Sultan kok makan rawon buntut? Abalone tumis topping serbuk emas dong!!!
Tidak Sergio Santibanez, ini ceritanya Marimar makan rawon buntut di The Sultan Hotel keleuz.
Menu rawon buntut di The Sultan Hotel and Residence, Jakarta. |
JAKARTA siang itu panas sekali. Jarum jam menunjukkan pukul 13.00 WIB. Pantas saja perut sudah protes minta diisi. Baru saja kelar penugasan dari kawasan Gelora. Karena bareng teman kantor, sebelum makan siang, saya pun menemaninya terlebih dahulu menyelesaikan urusannya, bertemu kliennya di The Sultan Hotel and Residence di Jalan Gatot Subroto, Gelora, Tanah Abang.
Kelar urusan. "Apa kita makan siang di sini saja?".
Kami pun memutuskan makan siang di sana. Sebelum bahas kuliner, saya mau bahas mengenai pengamatanku mengenai hotel ini. Sangat luas ya ternyata, terus tamannya per-tema gitu. Ada nuansa Bali, dan mayoritas nuansa Jawa. "Hotel ini dulu bekas Hotel Hilton Chay. Kemudian berganti nama, berubah menjadi The Sultan Hotel. Tapi tetap, mewah banget sik," ujar temanku sambil kami berjalan menuju Lagoon Cafe, restoran di hotel ini.
Oh pantas saja. Saya langsung teringat Thistle Hotel di Malaysia, tempat saya menginap selama tiga malam kala tugas kerja ke Johor Bahru. Hotel itu juga dulu merupakan bekas hotel ternama berjaringan internasional, Grand Hyatt. Tapi sejak 10 tahun belakangan berubah nama menjadi Thistle Hotel. Dirasa tak menguntungkan lagi, lantas owner atau para pemilik saham menjualnya, lalu berganti nama. Wajar sik itu dalam dunia bisnis ya kan. Apalagi dalam bisnis hotelier seperti ini. Ya sama dengan The Sultan Hotel inilah.
Kami tiba di Lagoon Cafe. Memilih meja, lantas duduk. Oleh pramusajinya, ditawarkanlah buku menu. Saya lihat menu-menunya dulu. Wait what? Hotel sebesar ini, menunya ada rawon buntut? Ada juga nasi goreng kampung, tumis daging sapi, sup tomat, dan aneka menu nusantara lainnya. Di atas buku menu, tertulis seluruh menu yang ditawarkan itu adalah SIGNATURE MENU hotel ini. Wah salut sekali saya, di tengah status hotelnya yang bintang lima dengan para tamu kalangan jetset dan orang-orang besar, tapi menu nusantara menjadi menu utama di sini. Saya bangga.
Saya pun memesan Rawon Buntut dan air mineral kemasan. Sementara temanku memesan menu ala bule, Sultan Steak. Pokoknya hari itu kami berasa sultan di Hotel Sultan itu. _Pulang-pulang intip dompet, masih ada isinya untuk isi kartu Transjakarta untuk digunakan besok kerja kan? haha_
Tak menunggu lama, pesanan kami datang. Saat lihat suguhan menunya, saya langsung berpikir: ya pantas saja bayarnya lima digit per porsi a.k.a mahal. Penyajiannya cakep sekali. Disajikan di tatakan persegi besar. Di atas tatakan itu, nasi hangat diletakkan berlapis daun pisang. Sementara sup rawon buntutnya disajikan di mangkok. Menu pendampingnya seperti sambel, lalapan dan toge mentah disajikan terpisah di tempat yang unik juga. Semua tatakan dan mangkoknya berwarna putih. Saya suka sekali. Karena penyajiannya, menu rawon buntut pun naik kelas.
Kelar urusan. "Apa kita makan siang di sini saja?".
Kami pun memutuskan makan siang di sana. Sebelum bahas kuliner, saya mau bahas mengenai pengamatanku mengenai hotel ini. Sangat luas ya ternyata, terus tamannya per-tema gitu. Ada nuansa Bali, dan mayoritas nuansa Jawa. "Hotel ini dulu bekas Hotel Hilton Chay. Kemudian berganti nama, berubah menjadi The Sultan Hotel. Tapi tetap, mewah banget sik," ujar temanku sambil kami berjalan menuju Lagoon Cafe, restoran di hotel ini.
Oh pantas saja. Saya langsung teringat Thistle Hotel di Malaysia, tempat saya menginap selama tiga malam kala tugas kerja ke Johor Bahru. Hotel itu juga dulu merupakan bekas hotel ternama berjaringan internasional, Grand Hyatt. Tapi sejak 10 tahun belakangan berubah nama menjadi Thistle Hotel. Dirasa tak menguntungkan lagi, lantas owner atau para pemilik saham menjualnya, lalu berganti nama. Wajar sik itu dalam dunia bisnis ya kan. Apalagi dalam bisnis hotelier seperti ini. Ya sama dengan The Sultan Hotel inilah.
Kami tiba di Lagoon Cafe. Memilih meja, lantas duduk. Oleh pramusajinya, ditawarkanlah buku menu. Saya lihat menu-menunya dulu. Wait what? Hotel sebesar ini, menunya ada rawon buntut? Ada juga nasi goreng kampung, tumis daging sapi, sup tomat, dan aneka menu nusantara lainnya. Di atas buku menu, tertulis seluruh menu yang ditawarkan itu adalah SIGNATURE MENU hotel ini. Wah salut sekali saya, di tengah status hotelnya yang bintang lima dengan para tamu kalangan jetset dan orang-orang besar, tapi menu nusantara menjadi menu utama di sini. Saya bangga.
Taman Jobby khas Bali di salah satu sudut The Sultan Hotel. |
Tak menunggu lama, pesanan kami datang. Saat lihat suguhan menunya, saya langsung berpikir: ya pantas saja bayarnya lima digit per porsi a.k.a mahal. Penyajiannya cakep sekali. Disajikan di tatakan persegi besar. Di atas tatakan itu, nasi hangat diletakkan berlapis daun pisang. Sementara sup rawon buntutnya disajikan di mangkok. Menu pendampingnya seperti sambel, lalapan dan toge mentah disajikan terpisah di tempat yang unik juga. Semua tatakan dan mangkoknya berwarna putih. Saya suka sekali. Karena penyajiannya, menu rawon buntut pun naik kelas.
Sultan steak |
Demikian halnya dengan Sultan Steak. Penyajiannya lumayan keren. Tapi akhirnya temanku menyesal memesannya, karena menurutnya, porsinya terlalu sedikit. Katanya tidak cocok dengan ukuran perutnya yang selalu membutuhkan porsi kuli kala makan siang.
"Nasi Padang sebelah kantor memang terbaik ya. Kalah jauhlah dengan ini klo bicara porsi," ujarnya.
Kami pun tertawa. Ya, warung nasi Padang sebelah Graha Pena Jakarta memang sering menjadi langganan kami untuk makan siang. Selain harganya murah, porsinya banyak, rasanya juga enak. Menunya selalu baru setiap hari.
Lantas, kami pun mencicip masing-masing menu yang kami pesan. Rawon buntut ini enak. Dagingnya empuk, cuma kuahnya agak oily banget. Ini perdana saya mencicip rawon buntut. Biasanya kan makan sup buntut, atau enggak sup rawon gituh. Nah ini digabung. Maka jadilah sup buntut dengan kuah rawon yang hitam. Indonesia itu kaya banget akan rempah ya, ternyata warna hitamnya sup rawon itu dari kluwek, salah satu rempah asli Indonesia yang banyak ditemukan di Jawa. Kemana saja saya baru tahu ini sekarang? Saya kira warna hitamnya itu dari kecap khas yang selalu digunakan di menu Bak Kut Teh gitu. Ternyata berbeda ya. haha.
Baik saya maupun teman, hanya dalam sekejap menghabiskan menu. Kami sangat lapar memang saat itu. Apalagi saya, benar-benar menikmati rawon buntut ala sultan itu.
Oh ya, hotel selain identik sebagai tempat staycation, juga identik dengan kuliner yang selalu disajikan kepada para tamunya ya kan. Dan ternyata di The Sultan Hotel & Residence ini, ada dua restoran yang dikelola manajemen hotel sendiri yakni Lagoon Cafe dan Lagoon Lounge. Kedua restoran ini menyajikan berbagai menu, mulai menu nusantara, western, cocktail, mocktail, jus, teh, dan kopi. Bahkan, wine hingga jamu tradisional pun ada. Serius ada jamu? Ada. Ya tapi itu, harganya berapa kali lipat dari harga yang ditawarkan mbok jamu yang lewat dari depan rumah setiap pagi. Alasannya, karena jamu di sini bahannya terjamin dan diolah sendiri.
Ada juga tiga restoran yang dikelola tenan. Yakni Airmen Bar, Nan Xiang Chinese Restaurant, dan Nippon Kan Japanese Restaurant. Seluruh restoran ini menyajikan Asian Cuisine. ***
"Nasi Padang sebelah kantor memang terbaik ya. Kalah jauhlah dengan ini klo bicara porsi," ujarnya.
Kami pun tertawa. Ya, warung nasi Padang sebelah Graha Pena Jakarta memang sering menjadi langganan kami untuk makan siang. Selain harganya murah, porsinya banyak, rasanya juga enak. Menunya selalu baru setiap hari.
Lantas, kami pun mencicip masing-masing menu yang kami pesan. Rawon buntut ini enak. Dagingnya empuk, cuma kuahnya agak oily banget. Ini perdana saya mencicip rawon buntut. Biasanya kan makan sup buntut, atau enggak sup rawon gituh. Nah ini digabung. Maka jadilah sup buntut dengan kuah rawon yang hitam. Indonesia itu kaya banget akan rempah ya, ternyata warna hitamnya sup rawon itu dari kluwek, salah satu rempah asli Indonesia yang banyak ditemukan di Jawa. Kemana saja saya baru tahu ini sekarang? Saya kira warna hitamnya itu dari kecap khas yang selalu digunakan di menu Bak Kut Teh gitu. Ternyata berbeda ya. haha.
Baik saya maupun teman, hanya dalam sekejap menghabiskan menu. Kami sangat lapar memang saat itu. Apalagi saya, benar-benar menikmati rawon buntut ala sultan itu.
Oh ya, hotel selain identik sebagai tempat staycation, juga identik dengan kuliner yang selalu disajikan kepada para tamunya ya kan. Dan ternyata di The Sultan Hotel & Residence ini, ada dua restoran yang dikelola manajemen hotel sendiri yakni Lagoon Cafe dan Lagoon Lounge. Kedua restoran ini menyajikan berbagai menu, mulai menu nusantara, western, cocktail, mocktail, jus, teh, dan kopi. Bahkan, wine hingga jamu tradisional pun ada. Serius ada jamu? Ada. Ya tapi itu, harganya berapa kali lipat dari harga yang ditawarkan mbok jamu yang lewat dari depan rumah setiap pagi. Alasannya, karena jamu di sini bahannya terjamin dan diolah sendiri.
Ada juga tiga restoran yang dikelola tenan. Yakni Airmen Bar, Nan Xiang Chinese Restaurant, dan Nippon Kan Japanese Restaurant. Seluruh restoran ini menyajikan Asian Cuisine. ***
Itu rawonnya rapi bener ya plattingnya.. wkwkwkwkwk
ReplyDeleteIyah.. rapi banget, makanya harganya naik kelas jadi mahal. hehe
Delete