I hate this movie. It's make me sad. Balled my eyes during the cinema.
----
"Luk, ko dah nonton Five Feet Apart? yuklah nonton. Ko kan paling suka filem-filem beginian," isi chat-ku kepada teman, Chairuddin yang akrab kami sapa si Luluk di salah satu grup WA di ponselku.
Untuk urusan film, Luluk memang selalu cepat bereaksi. "Ayoklah, tapi nonton trailernya, filem ini cem-cem The Fault in Our Stars ya kan kak," responnya.
"Miriplah karena menceritakan kisah orang sakit," balasku.
Pukul 07.15 PM jadwal kami menonton. "Kita ketemu di lobi studio saja ya kak, aku salat magrib dulu di basement," ujar Luluk. OK!! Maka jadilah hari itu, sepulang kantor, kami bertemu di studio 21 BCS Mall dekat rumah.
Pukul 07.10, kami masuk ke studio 1. Belum banyak orang. Duduk di kursi B5. Nomor dua dari belakang, di tengah pula. Luluk yang memilih posisi bangku itu, yang memang sisa dua nyempil di kiri-kanannya sudah terisi/hijau. Sebuah posisi sempurna untuk menonton film bukan?
----
"Luk, ko dah nonton Five Feet Apart? yuklah nonton. Ko kan paling suka filem-filem beginian," isi chat-ku kepada teman, Chairuddin yang akrab kami sapa si Luluk di salah satu grup WA di ponselku.
Untuk urusan film, Luluk memang selalu cepat bereaksi. "Ayoklah, tapi nonton trailernya, filem ini cem-cem The Fault in Our Stars ya kan kak," responnya.
"Miriplah karena menceritakan kisah orang sakit," balasku.
Pukul 07.15 PM jadwal kami menonton. "Kita ketemu di lobi studio saja ya kak, aku salat magrib dulu di basement," ujar Luluk. OK!! Maka jadilah hari itu, sepulang kantor, kami bertemu di studio 21 BCS Mall dekat rumah.
Pukul 07.10, kami masuk ke studio 1. Belum banyak orang. Duduk di kursi B5. Nomor dua dari belakang, di tengah pula. Luluk yang memilih posisi bangku itu, yang memang sisa dua nyempil di kiri-kanannya sudah terisi/hijau. Sebuah posisi sempurna untuk menonton film bukan?
Lantas film pun diputar setelah telat sekitar 10 menit. _Spoiler dimulai_
Awal film ini menggambarkan proses kelahiran manusia. Dimana, setelah kelahiran itu, komunikasi pertama yang didapatkan manusia adalah sentuhan. -Deim its true. Bukan tangisan yang menjadi komunikasi pertama kita ternyata, tapi sentuhan. Tangisan adalah cara kita memberitahukan bahwa kita sudah hadir di dunia, sebagai eksistensi pertama kita. Namun sentuhan. Sentuhanlah yang menjadi komunikasi pertama kita. Baik itu ke dokter, bidan, ibu, atau bapa yang menyambut kita_
Lalu, digambarkan tiga perempuan dalam satu ruangan. Mereka tengah bercengkerama. Stella Grant (Hailey Lu Richardson) duduk memangku kaki sambil mengunyah. Begitu akrabnya mereka, sama seperti kita yang tengah bercengkerama dengan sahabat kita kala ngumpul. Dua temannya pulang, lantas Stella menutup pintu. Dan ternyata itu di rumah sakit dong.
Dia berjalan ke kasurnya, memakai selang ke hidungnya, lantas online. Stella seorang vlogger. Her daily activity, ia masukkan semua ke akun Youtube-nya.
Sejak kecil hingga usianya 17 tahun, kehidupan Stella banyak dihabiskan di rumah sakit. Saint Grace Regional Hospital. Di sanalah Stella dirawat karena mengidap Cystic Fibroris, sebuah gangguan genetik langka yang merusak paru-paru yang selalu memproduksi banyak lendir karena bakteri B Cepacia. Hari-harinya ia habiskan di situ. Berteman akrab dengan perawat Barbara, bahkan bersahabat dengan sesama pasien serupa. Adalah Pao Ramirez, seorang gay yang menjadi sahabat sejak kecil hingga kini di rumah sakit.
Komunikasi Stella dan Pao ini sangat akrab sekali. Tak jarang mereka mengumpat untuk berbagai pembicaraan yang mereka lakukan. Natural banget. _Kusuka mereka_
Namun, ini adalah bumbu-bumbu di film yang meski satu kesatuan, tapi menu utamanya adalah kisah Stella dan Will Newman (Cole Sprouse).
Dalam perjalanan Stella ke ruang perawatan bayi, Di lorong, saat Will ada di kamarnya, berdiri memprotes kasur yang dipakai dua temannya, di situlah sekilas ia memperhatikan Stella. Lantas mengikutinya ke ruang perawatan bayi.
In short story, mereka jadi akrab dan mulai suka sama suka. Di sini, Will merupakan seorang selonong boy yang nggak suka basa-basi. Ketika ia mendapat perhatian jutek dari Stella saat pertemuan pertamanya, ia menonton tuntas semua video Stella di Youtube. Demikian juga kala ia tahu Stella punya kakak, dan dinyatakan tewas, akibat jatuh dan hilang di Grand Canyon. Eh si Will main tanya langsung dong. Siapa yang nggak tersinggung ya kan? Istilahnya kita tak ingin membahas sesuatu hal yang kenyataannya belum siap kita hadapi, eh ditanya main gas segala, siapa yang nggak KZL.
Namun, di balik sikap Will, itu karena dia sudah mulai suka dengan Stella. Demikian halnya ketika Stella menyaksikan Will di atap, yang hampir menyerah sama penyakitnya. "Bila kamu tak ingin hidup, pergi!!! Berikan tempatmu ke orang lain yang ingin hidup," ujar Stella marah ke Will.
Melongo dong doi. Waaah ini perempuan kok makin bikin pinisirin eh penasaran ya kan.
Akhirnya, hari-hari mereka lalui dengan akrab di rumah sakit. Selalu mencuri waktu untuk berkegiatan dengan selang oksigen yang selalu dibawa ke mana-mana dalam sebuah sling bag. Ketika Stella hendak menghadapi operasi, Will datang menguatkan. Dengan bersembunyi-sembunyi dari perawatnya Suster Barb yang galak tapi perhatian, ia menyelinap ke ruang Stella sesaat sebelum operasi.
Menurutku, adegan mewek dimulai ketika mereka berdua memutuskan berhubungan, hanya saja, mereka sama-sama pengidap CB, tidak boleh bersentuhan langsung, harus ada jarak. "Five feet apart. Satu setengah meter jarak saya ke kamu. Itu peraturannya," ujar Stella sambil menodongkan tongkat.
Makin mewek saat mereka pengakuan di kolam renang. Memperlihatkan tubuh masing-masing, yang sudah banyak bekas operasi. Biasanya untuk urusan nangis di bioskop, saya paling susah sik, tapi film ini, yang penyampaiannya natural banget, membuat air mataku tumpah juga. Sad but sweet menurutku.
Di film ini kita belajar bagaimana seharusnya mencintai dengan tulus. Membuat kejutan bahagia kepada orang-orang yang kita sayangi. Ketika Will berulang-tahun, Stella membuat kejutan dengan mendatangkan sahabat-sahabat Will ke rumah sakit, menunggu kantin rumah sakit tutup, lalu di sanalah mereka merayakannya dengan ceria. Pao menjadi kokinya, yang membuat aneka menu menarik dengan penampilan gastro.
Sungguh bahagia di sana. Namun, film ini juga mengungkapkan tawa. Ketika mereka ketahuan suster Barb, ketawa dong. Tapi ya, film ini menyajikan emosi di setiap adegannya kaya roller coaster. Bayangkan ketika kita masih tertawa, eh tetiba sudah harus menangis karena keesokan harinya, Pao ditemukan jatuh dari kasurnya, pingsan, sempat dilakukan pertolongan, tapi pada akhirnya Pao meninggal. _Sumpah di sini, air mata kagak berhenti. Malu ama Luluk, pura-pura lihat ke atas bioskop dong, lalu dengan dua jari telunjuk kiri-kanan melap air mata. Di sebelahku paling parah, ampe nangis sesenggukan_
Menurut Stella ini nggak adil. Dia marah. Akhirnya dia memutuskan ingin menikmati dunia sesuai keinginannya, melupakan penyakitnya atau tepatnya masa bodoh dengan keadaannya kini. Dia, ingin melihat cahaya seperti yang ia selalu saksikan di kejauhan bersama kakaknya. Dia mengajak Will. Berjalan kaki di tengah musim dingin. Kali ini tak ada sekat di antara mereka. Stella lelah dengan semua peristiwa itu.
Menurut Stella ini nggak adil. Dia marah. Akhirnya dia memutuskan ingin menikmati dunia sesuai keinginannya, melupakan penyakitnya atau tepatnya masa bodoh dengan keadaannya kini. Dia, ingin melihat cahaya seperti yang ia selalu saksikan di kejauhan bersama kakaknya. Dia mengajak Will. Berjalan kaki di tengah musim dingin. Kali ini tak ada sekat di antara mereka. Stella lelah dengan semua peristiwa itu.
Saat mereka tiba, tidak ada cahaya. Yang ada malah melihat bahwa mereka telah jauh berjalan dari rumah sakit. Di tempat cahaya itu, ada danau yang membeku. Bermain es-lah keduanya. Tertawa bersama, seolah melupakan bahwa mereka adalah pasien dengan tingkat emergency akut. Tetiba Stella mendapatkan pesan, bahwa donor paru-parunya sudah ada. Dia harus kembali ke rumah sakit sekarang. Stella terdiam, dan tak memberitahukannya ke Will. Mereka asyik bermain lagi.
Dirasa cukup waktu, Will mengajak Stella pulang. Lantas ia menerima telepon dari sang ibu. Namun Stella meminta jangan mengangkat telepon dari siapa pun. Mari nikmati saja permainan ini. "Ini dari ibuku. Setidaknya biar aku memberitahukan bahwa kita baik-baik saja," ujar Will. Namun Stella tak terima dan jadilah rebutan HP. Saat rebutan itu, Stella terjatuh dong. Ke danau yang membeku.
Stella tenggelam. Will di tengah keterbatasannya berusaha membantu. Ah sudahlah di sini seluruh penonton di bioskop menangis kali. _Mbak-mbak yang di sebelah kiriku sudah entah berapa banyak tissu yang ia habiskan melap air matanya. Asli doi sesenggukan terus. Ini mbaknya nangis pure begitu karena film ini, atau sekalian ungkapin kesedihan gegara berantem ama pacar sik? Segitunya. Tapi pas pulangnya, kesal dong sama itu mbak dan temannya, sampah sisa makanan dan tissu mereka dibuang begitu saja di celah kursi. Menyebalkan bangetkan ya yang seperti ini, bok ya jaga kebersihan gitu juga. Bayar bioskop sik bayar, tapi ambil dan buang sampah pribadimu kok nggak bisa? Apalagi di kursi F lagi.. joroknya minta ampun._
Dirasa cukup waktu, Will mengajak Stella pulang. Lantas ia menerima telepon dari sang ibu. Namun Stella meminta jangan mengangkat telepon dari siapa pun. Mari nikmati saja permainan ini. "Ini dari ibuku. Setidaknya biar aku memberitahukan bahwa kita baik-baik saja," ujar Will. Namun Stella tak terima dan jadilah rebutan HP. Saat rebutan itu, Stella terjatuh dong. Ke danau yang membeku.
Stella tenggelam. Will di tengah keterbatasannya berusaha membantu. Ah sudahlah di sini seluruh penonton di bioskop menangis kali. _Mbak-mbak yang di sebelah kiriku sudah entah berapa banyak tissu yang ia habiskan melap air matanya. Asli doi sesenggukan terus. Ini mbaknya nangis pure begitu karena film ini, atau sekalian ungkapin kesedihan gegara berantem ama pacar sik? Segitunya. Tapi pas pulangnya, kesal dong sama itu mbak dan temannya, sampah sisa makanan dan tissu mereka dibuang begitu saja di celah kursi. Menyebalkan bangetkan ya yang seperti ini, bok ya jaga kebersihan gitu juga. Bayar bioskop sik bayar, tapi ambil dan buang sampah pribadimu kok nggak bisa? Apalagi di kursi F lagi.. joroknya minta ampun._
Kebiasaan uneducated oleh para penikmat bioskop. sampah ditinggal usai nonton. so sad. |
Stella selamat. Keduanya berhasil dibawa kembali ke rumah sakit. Stella punya harapan hidup dari paru-paru pengganti. Stella kebal meski pun mereka sudah bersentuhan langsung dengan Will. Tapi tidak dengan Will. Ia menjadi penerima segala yang buruk. Will siap menghadapinya. _Gentleman banget_
Ketika Stella menolak menerima paru-paru karena ia berkeinginan menjalin hubungan cinta dengan Will sebagai sesama pengidap CB, tapi Will justru memintanya untuk menjadi resipien supaya Stella bisa sehat. Menerima donor paru-paru dari orang yang kecelakaan. Duuuh so sweet banget. _lap air mata lagi_
Hingga di akhir cerita, film ini sukses membuat penontonnya berlinang air mata. Kejutan Will setelah Stella sadar pasca-operasi, hubungan yang kembali membaik antar kedua orangtua Stella, suster Barb yang bersedih, dan Will yang akhirnya "pergi". Sama seperti komunikasi pertama saat lahir, demikianlah komunikasi terakhir Stella dengan Will. Sentuhan.
Ketika Stella menolak menerima paru-paru karena ia berkeinginan menjalin hubungan cinta dengan Will sebagai sesama pengidap CB, tapi Will justru memintanya untuk menjadi resipien supaya Stella bisa sehat. Menerima donor paru-paru dari orang yang kecelakaan. Duuuh so sweet banget. _lap air mata lagi_
Hingga di akhir cerita, film ini sukses membuat penontonnya berlinang air mata. Kejutan Will setelah Stella sadar pasca-operasi, hubungan yang kembali membaik antar kedua orangtua Stella, suster Barb yang bersedih, dan Will yang akhirnya "pergi". Sama seperti komunikasi pertama saat lahir, demikianlah komunikasi terakhir Stella dengan Will. Sentuhan.
For me, Five Feet Apart: Sad but Sweet. ***
FACT: Five Feet Apart diproduksi oleh CBS Film,dirilis Maret 2019. Digarap langsung Justin Baldoni. Film ini bekerjasama dengan Claire's Place Foundation, badan amal yang fokus kepada penderita Cystic Fibrosis.
FACT: Five Feet Apart diproduksi oleh CBS Film,dirilis Maret 2019. Digarap langsung Justin Baldoni. Film ini bekerjasama dengan Claire's Place Foundation, badan amal yang fokus kepada penderita Cystic Fibrosis.
(Fakta nggak pentingnya: Usai pulang dari nonton film ini, langsung dong eijk rajin dengarin OSTnya: Don't Give Up on Me)
Aku belum nonton tapi baca reviewnya aja udah berasa aura sedih ckckck. Kezeeel deh, kalau ada perpisahan gitu. Bisa kubayangkan mukamu saat sedih tapi malu, lihat ke atas trus ngelap air mata pake jari telunjuk kak, hihi.
ReplyDeleteAku baru aja kelar nonton film ini, Mbak. Mberebes mili.
ReplyDeleteih sedihnya ya allah. aq kak kemarin lihat org buat caption film ni. dekat tp gk sentuhan rasanya hampa. mak .. klo aq gt aq rasa aq gk bisa tahan diri kak.. huhu . sedih baca review kaka.. rasanya dalam banget ya cintanya ama sahabatnya . ama will..semua pergi ..ditinggalkan itu sedih banget rasanya
ReplyDeleteTernyata film baru ya, duh saya ga tahan klo nonton film sedih di bioskop nanti kliatan deh klo saya abis nangis, tapi penasaran juga pengen nonton
ReplyDeleteSeru kali ya kak,,
ReplyDeleteaku sampe searching ttg penyakit langka itu, dan ketemu lah dengan pasangan asli di dunia nya ta yang menikah dah suaminya meninggal di 5 tahun per nikah an mereka. Trus sang istri beberapa hari kemudian Menyusul..
sediiih
Baru tau ada penyakit langka Cystic Fibroris.
ReplyDeleteMungkin kalau Alfie nonton sama kakak atau kak Ices, bakal malu deh. Soalnya ga kuat nahan air mata. Baca ini aja, sudah kebayang Sedihnya. Hihihi
yup sama saya juga...
ReplyDeletewong nonton tom n jerry aja saya nangis kok..
kalo si tom ama jerry lagi baikan, saya terharuuuuu sekalleee....
Kayaknya nih film emang bakal membuat emosi penontonnya naik turun, nggak melulu sedih2an, tp ada sesuatu yg buat tersenyum bahkan tawa juga.
ReplyDeleteMemang sih, saya sempat liat posternya doang, dan pas liat ingatan saya langsung kebawa ke film Teh Fault in Our Stars.
Btw, sedikit mengingatkan, kayaknya yg kakak maksud di atas itu trailer, bukan thriller. Kalau thriller justru genre film2 pembunuhan. Td saya agak bingung di situ. Hehehe
Secara keseluruhan sih ulasannya bagus banget
Aku baru denger banget nama penyakit Cystic Fibroris ini. Serem juga ya ketika hampir sepanjang hidup berada dalam perawatan rumah sakit kayak Stella. Semoga tidak ada di kehidupan nyata.
ReplyDeletehmmmm, aku belum nonton sih. tapi kayaknya seru dan bakal buat mata bengkak abis nontonnya. Harus siap2in tisu banyak kayaknya waktu mau nonton ini ya kak e. Baiklah, nice share kak. Thanks sudah berbagi
ReplyDeleteNgeliat poster nya kek terngiang falling star shainley Woodley yg main jd aktrisnya
ReplyDeleteSuka kata-kata dari film ini yang tentang kehidupan. Betol juga sih kak. Kalau gak mau hidup ya pergi aja, biar orang lain aja
ReplyDeleteSuka nonton juga. Setelah baca ulasannya jadi kepingin nonton juga, sarat makna.
ReplyDeleteBanyak yg review haru. Jadi pengen nonton. ðŸ˜
ReplyDeleteSaya tipe orang yang saat ini kurang menyukai film "sad", jujur loh mbak, namun saya tetap membaca reviewnya, terima kasih mbak atas reviewnya. melalui review ini, seakan-akan saya sedang menonton.
ReplyDeleteMesti bawa sapu tangan banyak kayaknya kl aku nonton. Baca review ini aja mataku udah bekaca2 pengen mewek...hiks
ReplyDelete