PERJALANANKU ke Jepang menyimpan banyak kenangan tak terlupakan. Negeri di Timur Matahari ini sukses membuatku terpukau atas keramahan, tata krama, dan serba keteraturannya.
Warganya, saat jam kerja, terlihat serius banget. Ini bisa diperhatikan di berbagai stasiun. Mereka akan antri teratur dengan wajah flat. Ada juga yang menunduk sambil membuka ponsel. Lalu saat kereta datang, dengan tertib mereka masuk, lalu sampai stasiun tujuan, keluar terburu-buru. Mayoritas mereka selalu diburu waktu.
Namun, cobalah menyapa mereka. Wajah flat itu akan berubah ramah kembali menyapa dengan jawaban khas hai'. Ini yang saya perhatikan selama di sana. Belum sekali pun saya failed kala menyapa mereka saat menanyakan alamat atau karena tersesat. Nggak di Tokyo, nggak di Kyoto, atau bahkan di Osaka.
Baca juga: Petualangan Menyaksikan Jurassic World di Universal Studios Singapura
Baca juga: Petualangan Menyaksikan Jurassic World di Universal Studios Singapura
Namun, seramah-ramahnya mereka, kita sebagai pendatang perlu juga memperhatikan tata krama yang berlaku di sana kan? Sama seperti kita di Indonesia yang mengenal Di mana bumi dipijak, di situlah langit dijunjung. Peribahasa ini juga berlaku di Jepang. Atau bahkan di negara mana pun di dunia ini yang kita kunjungi. Budayakan act like a local.
a. Tertib di stasiun. Ini saya alami kala hari kedua di Jepang. Dari stasiun Shinagawa menuju stasiun Shinjuku atau hari ke lima dari Minami Senju menuju Akihabara. Nah turun tangga menuju stasiun, sangat ramai sekali. Sementara tangga di sebelahnya kosong melompong.
"Lha kok ramai begini, kok mau banget sih sesak-sesakan hanya dari satu tangga ini saja, sementara di sebelahnya malah kosong melompong. Kenapa nggak digunakan itu saja untuk mengurai daripada sesak-sesakan begini," pikirku.
Ternyata oh ternyata, jalur turun digunakan semestinya untuk turun, dan tangga di sebelahnya sebagai tangga jalur naik, digunakan semestinya naik. Jadi meski seabreg-abreg pengguna stasiun yang turun, tak satu pun warganya yang azas manfaat turun dari tangga naik. Kalau pun ada, dipastikan itu bukan warga Jepang.
Yakin deh. :)
Lalu tetiba kebayang dong stasiun Tanah Abang. Yang kalau pagi, saya nggak ngerti mana jalur tangga naik, mau pun jalur tangga turun saking ramainya pengguna. Jalur naik dijadikan jalur turun, demikian sebaliknya, sehingga tubuh yang (walaupun agak) gendut ini jadinya tergencet ke arah dinding stasiun sambil kekeup tas di dada karena takut jadi korban copet juga.
Baca ini juga: Hal yang Perlu Dipersiapkan untuk Trip ke Jepang
Di setiap stasiun kereta di negaranya babang Shun Oguri ini, boleh dikatakan lebih banyak tangga daripada eskalator. Terus, rute atau line interchange-nya agak jauh meski berada dalam satu stasiun. Pantesan warga Jepang kurus-kurus ya? jarang saya lihat yang gemuk, karena mereka kebanyakan jalan kali ya. _Lirik badan sendiri. Kapan kurusnya ya baiiim_
b. Menunggu Kereta atau bus. Saat menunggu kereta, se-crowded-nya stasiun atau halte, tidak ada yang namanya dorong-dorongan. Para warganya sangat tertib untuk antri di kiri dan kanan pintu masuk kereta. Mereka memberi laluan kepada penumpang yang akan keluar. Kalau di Singapura ada di kasih tanda miring di kiri kanan untuk penumpang antri, nah kalau di Jepang, tak ada seperti itu. Hanya dikasih tanda garis lurus sepanjang batas stasiun ke kereta. Itu pun mereka tertib banget. Jadi nanti kala menunggu kereta di sana, jangan slebor ya manteman, budayakan antri dengan tertib.
c. Cara makan. Jepang sangat menghargai hal sekecil apa pun. Kalau di Indonesia kita makan tanpa bersuara baru dianggap sopan, kalau bisa jangan terdengar kalau kita lagi mengunyah
Lihat bedanya teman Jepang makan dengan kami wong Indonesia. |
Paket soba dingin dan nasi ayam karaage yang saya pesan di salah satu restoran di Fukui. |
Demikian juga halnya di restoran pada umumnya. Di sini, mayoritas self-service. Saat kita memesan FnB, pesanan akan diberikan di atas nampan. Lalu kita membawanya ke meja yang telah tersedia, menikmatinya. Selesai, lantas kita sendirilah yang mengembalikan nampan tersebut, membersihkan meja bekas tempat kita makan juga. Kan kebiasan di Indonesia kita dilayani, kalau di Jepang, sebaiknya lupakan kegiatan kita dilayani. Meski kadang, ada beberapa restoran juga yang melayani para tamunya. Tapi umumnya, lebih banyak yang self-service. _Jadi kak, kalau sudah selesai makan, jangan langsung main tinggal ya? Sebaiknya kembalikan itu nampan ke loket khusus atau ke staf penjual makanannya. Jangan malu-maluin kaya rekan senegara yang sudah -sudah. Sudahlah ribut banget, sehabis makan main acara tinggal pula. Hellooooo girls!!! Bener sik turis yang lagi traveling tapi jangan kaya.... ah sudahlah. Maaf hampir kambuh nyinyirku kak_
d. Etika bertamu. Di sini, saya berkesempatan mengunjungi rumah sahabat di Kawasaki. Mereka menjemputku dari penginapan di Tokyo. Menghabiskan sore di Odaiba, Teluk Tokyo sebelum bertolak ke rumahnya. Rumahnya berada di kawasan elit. Saat membuka pintu, Sahabatku yang bersuamikan Jepang itu mempersilakanku masuk. Buka sepatu dong di genkan, lalu meletakkannya. Lalu tiba-tiba, sahabatku itu mengubah letak sepatuku. Yang tadinya ujungnya ke arah pintu masuk, dia mengubahnya mengarah ke pintu ke luar. "Biar nanti kamu pas pulang, bisa langsung pakai sepatu tanpa harus menunduk. Saya juga diajari mertuaku," ujarnya sambil meberikanku sandal kain yang lembut. Rupanya, itu khusus sandal rumah.
"Apakah mayoritas warga Jepang seperti ini San?" tanyaku. "Iya. Kita akan melakukan seperti ini kala bertamu. Khusus sandal, kalau nggak ada, umumnya memakai kaus kaki khusus di rumah," ungkapnya. Lagi-lagi, saya salut.
d. Etika bertamu. Di sini, saya berkesempatan mengunjungi rumah sahabat di Kawasaki. Mereka menjemputku dari penginapan di Tokyo. Menghabiskan sore di Odaiba, Teluk Tokyo sebelum bertolak ke rumahnya. Rumahnya berada di kawasan elit. Saat membuka pintu, Sahabatku yang bersuamikan Jepang itu mempersilakanku masuk. Buka sepatu dong di genkan, lalu meletakkannya. Lalu tiba-tiba, sahabatku itu mengubah letak sepatuku. Yang tadinya ujungnya ke arah pintu masuk, dia mengubahnya mengarah ke pintu ke luar. "Biar nanti kamu pas pulang, bisa langsung pakai sepatu tanpa harus menunduk. Saya juga diajari mertuaku," ujarnya sambil meberikanku sandal kain yang lembut. Rupanya, itu khusus sandal rumah.
"Apakah mayoritas warga Jepang seperti ini San?" tanyaku. "Iya. Kita akan melakukan seperti ini kala bertamu. Khusus sandal, kalau nggak ada, umumnya memakai kaus kaki khusus di rumah," ungkapnya. Lagi-lagi, saya salut.
e. Buang Sampah. Kalau di Indonesia, punya satu keranjang/tong sampah untuk semua. Nah di Jepang beda. Kaget banget pas mau buang sampah di Osaka. Di salah satu taman Umeda Sky Building, berjejer lima tong sampah yang di atasnya dikasih keterangan jenis sampah dengan kartun lucu. Bagi orang Indonesia yang baru pertama kali melihat itu seperti saya ini, menganggapnya seperti keajaiban dong, sambil mikir: coba ini di Indonesia, bisa-bisa hilang ini tong sampah. hahaha. Habisnya keren banget.
Agak mengherankan memang, tempat pembuangan styrofoam beda, tempat buang botol plastik beda, tempat buang botol kaca beda, dannnnnn tempat buang sampah organik, bahkan kertas makanan dan bahkan tissu juga beda. Jadi, sebaiknya, kalau kamu baru perdana ke Jepang, pas mau buang sampah,lihat-lihat gambar di tongnya dulu ya, biar nggak salah buang.
f. Minta bantuan. Sebagai pendatang di negara kanji, kita kerap kesulitan membaca peta, atau bahkan kadang tersesat menuju tujuan. Kita perlu minta bantuan kepada warga lokal. Sebaiknya, saat minta bantuan ini, awali dengan kalimat Sumimasen (maaf, permisi), lalu bertanyalah. Setelah itu, ucapkan Arigatou (terimakasih) sambil membungkuk. Itu menunjukkan ketulusan.
Ketemu duo Japan, Misha-chan dan Akiko-chan yang baik banget nganter saya dari Sumida River menuju penginapan di Fukudaya. Mereka tahu saat itu saya jalan sendiri dan berasal dari Indonesia, mereka bilang 'sugoi' lalu minta selfie bareng. Foto ini saya terima dari Akiko sesampai saya di Indonesia. Kami berteman hingga kini. i thank God.
f. Minta bantuan. Sebagai pendatang di negara kanji, kita kerap kesulitan membaca peta, atau bahkan kadang tersesat menuju tujuan. Kita perlu minta bantuan kepada warga lokal. Sebaiknya, saat minta bantuan ini, awali dengan kalimat Sumimasen (maaf, permisi), lalu bertanyalah. Setelah itu, ucapkan Arigatou (terimakasih) sambil membungkuk. Itu menunjukkan ketulusan.
Ketemu duo Japan, Misha-chan dan Akiko-chan yang baik banget nganter saya dari Sumida River menuju penginapan di Fukudaya. Mereka tahu saat itu saya jalan sendiri dan berasal dari Indonesia, mereka bilang 'sugoi' lalu minta selfie bareng. Foto ini saya terima dari Akiko sesampai saya di Indonesia. Kami berteman hingga kini. i thank God.
Demikian halnya juga saat kita minta tolong supaya mereka memotret kita di lokasi wisata. Sebaiknya, tanyakan dengan kalimat yang halus. "Dapatkan Anda memotret saya di sini sebentar saja?" Umumnya, mereka mau . Tapi jangan keterusan. Orang Jepang itu sangat terbiasa mandiri. Sangat beretika, bahkan untuk hal sekecil minta tolong untuk memotret tersebut. Mereka sangat jarang menolak, tapi kita sebagai pendatang, harus tahu batas-batasan ini.
Percayalah, saat minta bantuan, orang Jepang sangat all out membantu. Tapi perlu kita ingat, tahu batasan, dan jangan sampai membuang waktu mereka. Waktu bagi mereka, sangat berharga. ***
soal tangga di stasiun jepang ini emang unik sih mba. dulu jaman beberapa kali ke jepang, tiap kesana pasti berat badanku turun gila-gilaan, bahkan badan sampe toned ala-ala ngegym, karena dikit-dikit jalan, berdiri antri, bahkan pernah ke rumah makan yang makannya kilat sambil berdiri (mau nangis gak sih betis rasanya pegel banget)
ReplyDeletekalo soal beresin nampan sesudah makan, dulu di kotaku (yogya) ada restoran yang menerapkan hal serupa. habis makan, nampan diantarkan ke jendela khusus nanti kita dapet reward berupa stamp yang bisa dituker dengan ini itu--tapi teteeep aja ada deh 1-2 orang yang ninggalin makanan diatas meja. gemessss~
Wow.. Apakah masih ada seperti itu di Jogja sekarang?
DeleteAku ke Jepang nggak turun berat badan karena kebanyakan jalan sik. karena banyak makan juga. Makanan Jepang itu enak-enak banget ya baimmm wkwkwk... Cuma karena banyak jalan, jadinya lebih fresh saja.
Makasih kakak informasinya. Kalo saya ke jepang nanti tidak kagok lagi. Yah, sedikit lebih tahu lah... :-)
ReplyDeleteSama-sama. semoga postingan ini bermanfaat.
Deletewaduh jadi kangen ke jepang hiks. Bener banget kak aq pas kesana di stasiun kereta sampai terkagum kagumlah lihat orang2nya koq pada tertib semua ya diantrian eskalator itu
ReplyDeleteTrue. saya belajar makin tertib setelah mengunjungi negara ini Sad.
DeleteWah mank harus serba tertib ya.. keren bahkan tuk ngantri kereta... Asyik banget.. di jakarta boro2 hahah... Talk mank Kita wajib belajar dengan jwpanj
ReplyDeleteBener. Untuk manners dan morality, kita perlu belajar ke Jepang.
DeleteWahhh thanks infonya chai, jadi kalo ke jepang udah tau dan ngk bingung lagi soal tata krama di sana.
ReplyDeleteSama-sama mba.
DeleteDi Jepang memang sudah turun temurun diajarkan tertib, jadinya enak ya Mba semua orang akan patuh meskipun tidak diawasi. Jepang tuh negara impian saya banget, baca ini semua bikin makin pengen ke Jepang :') Aku simak terus nih tulisan Mba, biar ntar pas ke Jepang nggak cupu.. TFS mba :)
ReplyDeleteTerimakasih sudah selalu membaca postingan saya tentang Jepang ya. Semoga bermanfaat.
DeleteTertibnya negara seperti Jepang ini memang patut diberi jempol gede, Indonesia harus niru nih..
ReplyDeleteTwo thumbs up for sure sik. Yap kita harus meniru yang baik dari mereka.
Deletebudaya memang wajib ditiru bila sekiranya baik sangat
ReplyDeletesekilas dan saya pahami banget makna terkandung nya
jadi pengen banget budaya kayak gini bisa juga diterapkan di Indonesia
semoga bisa terwujud ... aamiin ...
Amin.
DeleteKode tuh, Kak, buat tinggal di Jepang. Biar rajin naik-turun tangga. Biar badan kurus.
ReplyDeletekikikikkk peace ah.
Wakakakakak.. makanya sekarang aku sering ngantor naiknya dari tangga belakang Wen. Tapi tetep aja nggak kurus2. lol
Deletenanya aja ini mah kak, kalau pose manja cetar nggak tahu diri boleh nggak di jepang
ReplyDeleteWaaah untuk orang2 tak tahu diri, jangankan di Jepang dimana pun tak boleh kak. Apalagi di sebelahku, gua sepak.
DeleteWah.
ReplyDeletePosisi sepatu juga ada aturannya ya kak.
Bahkan dikasi sendal khusus rumah.
Nampaknya nyaman sekali tgl di jepang.
Semoga bisa langsung menyaksikan sendiri tertibnya penduduk jepang.
Iyah nyaman. Doain supaya saya bisa tinggal di Jepang ya mba. wkwk
DeleteSetuju mbaaa. Thn lalu aku ke jepang, pas di osaka kita bingung mau nemuin rumah yg kita book dr airbnb. Trpaksa nanya ama orang2 yg lewat. Dan beneran bangetttt mereka nolongin sampe kita bisa ketemu ama rumahnya. Isshh, terharuuu banget mba. Pdhl kalo kita di jkt aja, ada turis nanya, kita ga tau, ya sudah.. Bye byee dah. Tp di osaka aku bneran salut ama keramahan mereka. :( . Ini yg bikin aku ga bosen2 balik ke jepang. Pdhl biasanya kalo udh dtg ke suatu negara , aku males dtg lg :p
ReplyDeleteSeee, Japanese is so kind as always ya mba. Bener banget, saya juga nggak akan bosen mengunjungi negara ini.
DeleteIlmu baru nih. Semoga Alfie bisa ke Jepang dan ini jadi catatan buat pegangan kak. Doain ya kak...
ReplyDelete