Wednesday, April 26, 2017

Saatnya Memoles Pesona Indonesia di Perbatasan

FGD Penyusunan Strategi Pemasaran Cross Border dari Kementerian Pariwisata RI di Golden View Hotel, Bengkong, Batam.
DUA minggu lalu, Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (Kemenpar RI) mengundangku untuk mengikuti Forum Group Discussion (FGD) Penyusunan Strategi Pemasaran Cross Border Asdep Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara di Hotel  Golden View, Bengkong, Batam, (12/4).

Menerima undangannya dari bang Sya'ban Buchari, Pegawai Dinas Pariwisata Kota Batam. Membacanya, wah saya langsung tertarik. Membahas Cross Border, tentu membahas kawasan perbatasan Indonesia dengan negara tetangga. Ya sudah saya putuskan saya ikut, membagi waktu luang mengikuti seminar dengan jadwal kerja. Ya maklum, selain (lumayan) aktif ngeblog, saya juga karyawan di salah satu perusahaan media.


(Baca juga Nostalgia di Gugusan Beranda Nusantara )

Menjadi undangan sebagai travel blogger, saya membuat janji juga bersama rekan Chotijah yang datang mewakili komunitas Blogger Kepri, komunitas tempat saya bernaung juga di Kepri ini.

Saatnya membangun dan memoles pesona Indonesia di kawasan Perbatasan negara, menjadi topik yang menarik bagiku secara pribadi. Mengapa tidak, kalau dulu perbatasan negara kerap kali dianggap sebagai kawasan atau pulau terluar, yang sangat sulit dijangkau transportasi dan akses yang sungguh sangat terbatas. Namun sekarang, sejak era Pemerintahan Presiden Mr Joko 'Jokowi' Widodo, memberikan akses pembangunan wisata ke daerah perbatasan dengan menggelontorkan dana sebesar Rp 6 Triliun. Iya guys, TRILIUN, jumlah ini bertambah sebesar Rp 2 Triliun dari dana yang digelontorkan pada 2014 lalu melalui Kemenpar RI.

"Sudah pernah mengunjungi perbatasan negara kita kak?" Wedew, sayakan tinggal di Batam saat ini, itu perbatasan negara kita dengan dua negara tetangga lho, yakni Johor Bahru di Malaysia dan juga Negara Singapura. Accemmananya. _Keluar Bataknya_


_Baca juga Pentingnya Jati Diri Rupiah di Perbatasan_
 

Oh mau yang lain? Saya sudah mengunjungi pulau paling ujung di bagian Barat Indonesia, yakni Pulau Laut yang berbatasan langsung dengan Vietnam di utara. Pulau Laut itu, meski secara letak Geografi dekat dengan Kalimantan Barat, tapi secara pemerintahan administratif, masih menjadi salah satu bagian dari Kabupaten Kepulauan Natuna, Provinsi Kepri. Pulau Laut itu sangat indah. Air lautnya gradasi tiga warna. Dari kejauhan, garis pantainya seperti garis putih yang memanjang ddengan latar belakang tumbuhan hijau dan kelapa. Khas kepulauan tropis.
PARA peserta FGD dari berbagai instansi Dinas Pariwisata di berbagai kota di Kepri, Kelompok Pecinta Alam, Blogger, Travel Blogger, dan juga tamu undangan dari Dinas Pariwisata kawasan perbatasan (Atambua)
Selain itu, puji Tuhan saya juga sudah berkesempatan mengunjungi Desa Bokor, di Pulau Rangsang, Kepulauan Meranti di Riau, yang berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Desa itu, sangat alami sekali, alur sungainya menuju laut di Selat Malaka dipenuhi hutan bakau yang masih sangat hijau dan perawan. Ya tak heran sik, saat mengunjungi kesana, warga setempat mengatakan kalau mau berlayar melewati hutan bakaunya itu, hati-hati ular dan buaya. What???

Oh ya, menuju Desa Bokor ini, saya naik kapal dari Pelabuhan domestik Sekupang menuju Tanjungbalai Karimun. Dari Karimun, lanjut menggunakan kapal selama 3,5 jam menuju Selat Panjang. Nah dari Selatpanjang, naik kapal kayu lagi menuju Pulau Rangsang, trus lanjut naik getek (kapal kayu kecil) ke Desa Bokor. Nah dari pelabuhan kecil, naik motor lagi sekitar 40 menitan ke desa ini melewati hutan karet dan perladangan dengan jalan masih paving block.

Teringat saat menuju Desa Bokor itu, ban sepeda motor yang saya tumpangi kempes. Dan susahnya??? itu di tengah hutan. Tidak ada bengkel, signal telekomunikasi juga saling beradu antara Telkomsel dan negara tetangga. Karena takut kelamaan, akhirnya mengatasinya, saya memilih pengaturan ponsel 'Signal Manual' lantas menghubungi rekan seperjalanan, bang Iman yang seorang fotografer, yang sudah duluan jalan di depan, lantas meminta mereka balik ke kawasan perkebunan hutan karet. _Duuh kalau ingat itu, hampir putus asa, tapi beruntung setelahnya singgah ke kedai yang menjual mie sagu goreng nan lezat ala desa_

Dari pengalaman mengunjungi kawasan perbatasan negeri kita, keindahan alamnya sangat layak dijual guys.

Keindahannya, saya yakin bisa membuat semua mata warga dunia terpesona. Jadi tak salah sik, Kementerian Pariwisata RI membuat slogan pariwisata kita: PESONA INDONESIA (WONDERFUL INDONESIA), emang Indonesia dari barat sampai ke timur, dari Sabang sampai Miangas, keindahan alam negeri kita selalu membuat mata yang memandangnya terPESONA lalu mengucap 'it's WONDERFUL'. hehe
 
Negara kita Indonesia sendiri, memiliki enam kawasan besar yang berbatasan langsung dengan negara lain, yakni:
  1. Atambua, kawasan di Nusa Tenggara Timur yang berbatasan dengan Timor Leste (eks provinsi Indonesia secara integrasi. Pada 1999, Timor Timur di bawah pemerintahan presiden BJ Habibi, berhasil berpisah dari NKRI setelah campur tangan dari Australia dan Portugal. Kini berdiri menjadi negara sendiri dan beribu kota di Dilli).
  2. Nunukan, kawasan di Kalimantan Utara yang berbatasan langsung dengan Sabah dan Sarawak, Malaysia.
  3. Entikong, desa perbatasan Indonesia di Kalimantan Barat dengan Sarawak yang bisa ditempuh dengan jalur darat.
  4. Kepri (Batam,Tanjungpinang, dan Bintan, Natuna), kawasan di wilayah barat yang berbatasan langsung dengan dua negara yakni Malaysia dan Singapura, dan juga Vietnam di utara. Kepri khususnya Batam menjadi pulau terdepan yang paling maju di Indonesia saat ini.
  5.  Skow di Jayapura, kawasan yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (Papua Nugini) di Papua.
Nah daerah-daerah perbatasan ini, kini menjadi focus on project pemerintah melalui Kemenpar yang dikembangkan Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya, selain program wisata halal, (akan dibahas di postingan selanjutnya) untuk memajukan perbatasan lewat pengenalan wisata Cross Border Tourism di Indonesia.

Tersusunnya kajian implementatif untuk pemasaran pariwisata dan bisnis pariwisata perbatasan ini tentu tak akan berjalan kalau hanya sebatas wacana dan program saja. Dibutuhkan realisasi segera lewat strategi pemasarannya. Caranya gimana?

Bapak Budi Rizanto Binol dari Ogilvy Public Relation mengatakan, perlu mengangkat ciri khas perbatasan untuk dijual ke para wisatawan.  Seperti apa ciri khas itu?

Mari melihat Batam. Batam sebagai pulau terluar atau pulau terdepan Indonesia yang paling maju diantara pulau terdepan lainnya, sampai saat ini belum ada ciri khas yang paling menonjol untuk dijual sebagai paket wisata perbatasan. "Selama ini, Batam selalu di bawah bayang-bayang Singapura," ujar Budi Rizanto.

Ya saya setuju mengenai  itu. Selama ini Batam selalu sukses menjadi 'muntahannya' Singapura. Muntahan dalam artian yang baik. Mengapa? tahukah Anda kalau di Singapura itu ada travel agent yang menjual paket city tour dan paket wisata golf tour ke Batam dan juga Bintan di Lagoi? Sebagian besar wisatawan mancanegara yang masuk ke Batam, seperti dari China, Korea, India, Singaporean, dan lainnya ya karena ini.

Bagaimana supaya lebih baik lagi dan menambah minat kunjungan Wisman ke Batam? jawabnya simple, perlu memperkenalkan paket wisata yang jelas, memperkenalkan wilayah-wilayah wisata yang menjadi andalan.
Kepala Dinas Pariwisata Kepri, Buralimar memberi pemaparan dalam FGD.
"Sebenarnya kita mempunyai kawasan wisata yang komplit. Wisata bahari ada di Anambas dan Natuna, wisata atraksi di Nongsa, seperti Nongsa Sensation, Nongsa Regatta. Ada juga wisata sport dan wisata pantai di Lagoi, Bintan, wisata sejarah di Lingga, serta wisata belanja dan wisata laut di Batam"

Tinggal mengemasnya dan memolesnya secara kalender event saja sebenarnya, me, memperkenalkannya kepada dunia, dan tentu menjadikan Indonesia sebagai gerbang wisata bahari dari berbagai penjuru kawasannya.

Sesimpel itu? Ada tantangan utama sebenarnya. Yakni pola pikir masyarakatnya. Untuk menjadikan sebuah kawasan murni menjadi kawasan wisata, khususnya di perbatasan, pemerintah perlu mengadakan pendekatan. Caranya dengan mengedukasi warga sekitar dengan menerima 'keadaan' pola hidup dan membangun karakteristik warga lewat pemberdayaan kawasan itu sendiri, lalu membuka wawasan supaya warganya menjadi terbuka untuk menerima kunjungan pendatang, dan menjadikannya sebagai masyarakat sadar wisata yang sebenarnya. Dan satu lagi, pemerintah perlu ringan tangan membantu para warga kawasan wisata untuk mengurus berbagai perizinan pendukung pembangunan kawasan wisata perbatasan, seperti membantu perizinan membuat penginapan, homestay, rumah makan dan yang lainnya dengan memberdayakan masyarakat sekitar.

Kalau ini terpenuhi (pola pikir, penerimaan, dan kerjasama yang baik antara warga dan pemerintah, serta pemasaran wisata lewat event) maka saya yakin pesona Indonesia di kawasan perbatasan akan semakin banyak dikunjungi para wisman dan wisnus (wisatawan nusantara). Dan bukan tidak mungkin, perbatasan menjadi salah satu  daya tarik Indonesia yang bisa menjadi sektor penghasil devisa terbesar di masa depan. Kalau pertambangan jumlahnya terbatas dan suatu saat bisa habis, maka sektor pariwisata bisa bertahan sepanjang masa asal kita berani berinovasi dan berimprovisasi. *eaaak ***


Terimakasih kepada:
  • Bapak Buralimar, M.Si (Kepala Dinas Pariwisata Kepri)
  • Bapak Drs. H. Widodo, M.M (Kabid Perancangan dan Kerjasama Disparbud Batam)
  • Hariyanto, S.Sos, M.M (Asdep Strategi Pemasaran Pariwisata Nusantara Kemenpar RI)
  • Budi Rizanto Binol (Ogilvy Public Relation)
  • Sya'Ban Buchari, S.Pd (Disparbud Kota Batam)
  • Dr. Hery Margono (Kemenpar RI)
  • Siti Aisaya, M.Hum (Disparbud Kota Batam)

7 comments:

  1. Dari 5 kawasan perbatasan,pernah tinggal di Batam..
    pertama kali hijrah ke Batam,norak banget bisa lihat langsung Singapore depan mata hahaha...maklum,orang desa kakak,norak banget ^^

    ReplyDelete
  2. Sekedar pembicaraan ringan ya..
    Saya belum pernah ke Batam. Selain karena belum ada maksud tertentu untuk ke sana, juga karena handai taulan saya yang sudah berkunjung ke sana telah bercerita bahwa Batam itu tidak ada istimewanya (selain jadi tempat transit yang cukup murah untuk pergi ke Singapura).

    Saya sendiri kepingin tahu dari kaca mata Chaycya sendiri sebagai penduduk Batam, apakah Batam sudah siap jadi obyek wisata mandiri (selain dijadikan tempat transit ke Singapura)? Apakah hotel-hotelnya cukup membanggakan untuk diinapi? Apakah ada banyak penyewaan mobil untuk turis? Apakah ada hal yang menarik untuk jadi asset wisata di Batam selain kawasan dagangnya yang konon banyak mengandung barang-barang pasar gelap?

    ReplyDelete
  3. Batam yg masih punya kampung tua punya potensi tuk dijual kekhasannya ke wisman.karena jika menjual produk wisata spt spore ya tak akan sejajar...Keunikan kampung tua dari segi ala, sosial budaya, seni tradisi bisa menarik hati wisman yg bisa melihat dunia modern ...Namun kembali lg kepada pengemasannya, dukungan pemerintah dan masyarakat khususnya

    ReplyDelete
  4. Saya menantikan jawaban Chaycya (ternyata setelah baca2 blogpos ke belakang, sepertinya kita sebaya, sama2 lulus SMA 2004, kan?), utk Vicky..
    Krn kalau buat saya sendiri, Batam itu harus dicicipi sendiri. Tentu ga sama dengan hanya mendengar cerita orang lain. Pastinya berbeda preferensi + tergantung budget yang disediakan untuk liburan.

    ReplyDelete
  5. Batam ini sebenernya potensial ya, Chay.. Cuman rasanya emang kurang punya sesuatu yang bener-bener khas.

    ReplyDelete
  6. jangan dipoles fasilitas dan sumber daya alamnya tapi SDMnya juga kk.

    ReplyDelete
  7. Baru tau saya "pulau paling ujung di bagian Barat Indonesia, yakni Pulau Laut yang berbatasan langsung dengan Vietnam di utara"

    Selama ini saya pikir Pulau Weh :)

    ReplyDelete