Air Terjun ini Ada di Batam Lho!
Siapa bilang Batam hanya sebagai kawasan industri dengan wisata pantai saja? big NO!!!. Setelah enam tahun tinggal di kota ini, kali pertama selangkah lebih dekat dengan kawasan hijaunya, secuil kawasan hutannya yang masih alami. Itu aku temukan saat mengadakan trekking ke kawasan hutan pancur, di kawasan Muka Kuning, Minggu (3/5) lalu.
BERANGKAT bersama enam rekan lainnya,Rina Simanungkalit, Bagir Abunumay, Eka Puspita, Indah Hati, dan juga Lucky Putra,serta Waro Mukri, pukul 10.00 WIB, masuk dari Simpang DAM, melewati pemukiman liar Kampung Aceh yang membelah kawasan industri Batamindo, meski hujan gerimis, dengan semangat kami menjalani kegiatan pagi itu.
Oh ya,hampir rekan kami yang lainnya, Eka Handayani turut serta, tapi karena ada urusan keluarga,Ia pun memilih pulang.
Menggunakan sepeda motor, kami memarkirkannya di pintu masuk hutan pancur tersebut. Disini, kami menghadapi 'pungutan liar' dari pemuda di kawasan itu. Di Pos itu, ia memintai Rp7 ribu per orang, dengan ketentuan Rp5 ribu biaya parkir motor, dan Rp 2 ribu biaya masuk per orang.
"Lha, masuk hutan kok ada biayanya?" ujarku.
Si petugas, pria tanggung yang usianya baru 20-an itu berdalih, biaya tersebut adalah jaminan kebersihan. "Itu biaya kebersihan. Lihat saja nanti di hutan, kami selalu membersihkan sampahnya," jawabnya. Lets see!!
Petualangan pun dimulai. Untuk mengetahui rute perjalanan dan jarak yang kami tempuh, aku mengaktifkan aplikasi Nike Running di ponselku. Melewati pagar berduri yang dibolongi, kami memulai rute.
Hujan yang turun semalaman hingga pagi harinya membuat rute sedikit licin. Itulah yang membuatku lebih memilih memakai sepatu boot Airwair daripada sepatu sport Adidas putih yang biasa dipakai saat berolahraga lari atau pun senam. Sol sepatu itu tahan dalam berbagai rute licin, bahkan diatas tumpahan minyak sekali pun, Airwair itu tetap keset. Aku memakainya.
Benar saja, rute licin itu bisa kuatasi. Medan mendaki dan turunan sempat membuat nafasku pendek, tapi tidak ada kata menyerah. Hanya saja, sempat terhenti dan merasakan mata berkunang-kunang. "Kalau trekking gini, nafasnya diatur kak Chay. Nafas dari hidung dan keluar dari hidung saja. Itu lebih membantu menormalkan pompa jantung," ujar Lucky.
Aku pun mengikuti sarannya sambil berjalan. "Oh, sama seperti teknik pernafasan yoga juga," pikirku. Yes dan itu sangat membantu.
Menikmati trekking di hutan pancur ini, seolah berpetualang mendaki gunung. Medannya akan sangat menyiksa bagi orang yang belum pernah mengadakan trekking atau pun hiking dalam hidupnya. Pribadi sendiri saja yang sebelumnya berhasil mengadakan trekking 11 km ke kawasan DAM Duriangkang, tetap letoy menyusuri medan di hutan pancur ini.
Untung saja, proses pendakian dan turunannya sedikit dibantu akar pohon yang kuat yang tertanam di tanah sehingga menyerupai tangga. Pokoknya, jalan setapak di dalam hutan ini penuh dengan tantangan.
Dari jalan setapak ini, kita bisa menikmati pemandangan DAM Mukakuning lebih dekat. Sangat dekat. Di hutan ini, kita juga bisa mencium aroma tanah yang menyatu dengan aroma daun dan batang pohon yang membusuk khas hutan tropis. Sangat melegakan mencium aroma bumi, sambil melihat ke atas melewati tingginya pohon menjulang, melihat awan abu-abu mendung di ketinggian sambil dalam hati bergumam " Terimakasih Tuhan atas bumi yang indah ini, terimakasih atas alam ciptaanMu ini".
Di pendakian terakhir, tampaklah sebuah pondok. Di pondok itu, ada seorang pria yang sedang memasak air dalam tungku. Di sebelahnya, ada pria berkaus merah duduk diatas kayu tumbang sambil menyesap minumannya. Pria yang duduk di pondok itu membuka lapak di sana. Ia menjual mie instan, teh manis dan kopi. Secangkir plastik kopi panas ia jual Rp 5 ribu. rekanku, kakak Waro membelinya.
Dari pondok itu, terlihatlah air pancur. Suara deburan air jatuh sangat menyembuhkan telinga dari pekak lalu lintas padatnya Batam. Terapi telinga pun dimulai. Tak hanya itu, mata pun dimanjakan dengan suguhan alami hutan, bebatuan besar berwarna coklat dari sungai tersebut. Dari bebatuan raksasa yang dilewati air jernih tersebutlah berasal suara deburan air mengalir itu. Ya, ada air terjun mini di hutan Batam.
Dari hulu sungai yang kecil yang dipenuhi bebatuan, air itu memusat di bebatuan besar berwarna coklat. Ada air pancuran kecil di atas, trus mengalir ke air terjun yang agak besar. Kumpulan air di bawah air terjun deras itu membentuk sebuah kolam. Airnya berwarna hijau, karena banyaknya tumbuhan lumut di bawahnya. Ya, air terjun berbatu coklat itu ada di Batam, kota dengan letak dan kondisi geografis kepulauan.
Semua pengunjung pun menikmati kejernihan airnya. Benar saja, rasa lelah dan kebas kaki akibat trekking sirna seketika saat kita memasukkan kaki kita ke dalam airnya. Rasa sejuk langsung menghinggapi kaki, masuk ke pori-pori kulit, membelai tulang. Rasa lelah pun hilang.
Anda mau berenang? bisa. Jangan berenang, melompat indah ala atlet Richard Samberra atau pun Inge de Bruijn pun bisa Anda lakukan di kolam alami ini. Anda bisa melompat dari batu ketinggian 2 meter. Jangan takut, kolam ini sangat dalam. Melepas penat, aku pun turut membaur bersama tiga rekan yang sudah duluan berenang, Rina, Bagir dan Waro. Aku menikmati setiap gerakan teknik gaya bebas.
Punggungku pun sempat dipijat kuat dari debit massa air terjun itu. Sangat melegakan.
Kawasan air terjun itu pun sangat cocok dijadikan sebagai kawasan camping bagi para pecinta alam. Karena batu coklatnya yang landai, di sana bisa memasak menggunakan kompor camping seperti yang kami lakukan. Chef Rina pun menjadi juru masak, menyediakan mie rebus dan teh manis rasa cinta bagi kami. Sangat enak sekali.
How To Get There
Menuju kawasan ini, bisa dilalui dari dua rute, yakni Tiban dan Muka Kuning. Berhubung kali pertama kesini, dan melalui rute Mukakuning, maka rute Mukakuning inilah yang akan kujelaskan berdasarkan pemahamanku. hehe..
Dari Simpang DAM, sekitar 800 meter memasuki Kampung Aceh, pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya di pos sekuriti waduk Mukakuning. Kawasannya ada di paling ujung. Membayar biaya masuk Rp 7 ribu, lalu mulailah petualangan anda menapaki hutan pancur itu. Dibutuhkan waktu 33 menit untuk mencapai air terjun pancur ini. Rute 33 menit setara dengan 2,27 KM (sesuai dengan aplikasi NIKE Running di ponsel). Sangat dekat, medannya yang (lumayan) berat.
PESAN
Meski hutan ini masih alami, pemandangan air terjun yang menyatu dengan bebatuan coklatnya indah, tapi sangat disayangkan. Tumpukan sampah sudah ditemui di kawasan itu. Para pengunjung juga dengan ringan tangan membuang sampah plastik mereka sesuka hati. Mulai dari bungkus kue, bungkus sampo, bahkan bungkus rokok dan botol air mineral pun sudah bisa ditemukan di kawasan air terjun dan kawasan hutan itu.
Yuk mari menghargai alam. Jangan menyatakan diri pecinta alam, tapi dengan gampang membuang sampah sembarangan. Mari mencintai bumi, menyayangi alam dengan membuat gebrakan kecil: membawa pulang kembali sampah yang kita hasilkan di kawasan alam tersebut, sehingga kelestariannya terjaga. ***
PS. Big thanks to kak Rina yang menjadi pelopor trekking bagiku. Thanks juga kepada para rekan atas keseruan yang kita alami bersama. Semoga kita teman selamanya. God bless us.
Warm Regards,
GP, 8.10 pm, May 8, 2015
Air terjun bidadari di pedalam hutan Pancur Mukakuning. |
Siapa bilang Batam hanya sebagai kawasan industri dengan wisata pantai saja? big NO!!!. Setelah enam tahun tinggal di kota ini, kali pertama selangkah lebih dekat dengan kawasan hijaunya, secuil kawasan hutannya yang masih alami. Itu aku temukan saat mengadakan trekking ke kawasan hutan pancur, di kawasan Muka Kuning, Minggu (3/5) lalu.
Kawasan air terjun Pancur |
Tingkat pertama |
BERANGKAT bersama enam rekan lainnya,Rina Simanungkalit, Bagir Abunumay, Eka Puspita, Indah Hati, dan juga Lucky Putra,serta Waro Mukri, pukul 10.00 WIB, masuk dari Simpang DAM, melewati pemukiman liar Kampung Aceh yang membelah kawasan industri Batamindo, meski hujan gerimis, dengan semangat kami menjalani kegiatan pagi itu.
Tim trekking (ki-ka): Me, Waro, Indah, Eka D, Bagir, dan Rina |
Menggunakan sepeda motor, kami memarkirkannya di pintu masuk hutan pancur tersebut. Disini, kami menghadapi 'pungutan liar' dari pemuda di kawasan itu. Di Pos itu, ia memintai Rp7 ribu per orang, dengan ketentuan Rp5 ribu biaya parkir motor, dan Rp 2 ribu biaya masuk per orang.
"Lha, masuk hutan kok ada biayanya?" ujarku.
Si petugas, pria tanggung yang usianya baru 20-an itu berdalih, biaya tersebut adalah jaminan kebersihan. "Itu biaya kebersihan. Lihat saja nanti di hutan, kami selalu membersihkan sampahnya," jawabnya. Lets see!!
Jalan setapak di tengah hutan pancur |
Medan hutan pancur.. yes we are adventurer..haha |
Wajah-wajah bahagia melewati rute alam |
Hujan yang turun semalaman hingga pagi harinya membuat rute sedikit licin. Itulah yang membuatku lebih memilih memakai sepatu boot Airwair daripada sepatu sport Adidas putih yang biasa dipakai saat berolahraga lari atau pun senam. Sol sepatu itu tahan dalam berbagai rute licin, bahkan diatas tumpahan minyak sekali pun, Airwair itu tetap keset. Aku memakainya.
Hutan tropis di kawasan wisata alam hutan Pancur, Mukakuning |
Bertemu rekan pesepeda |
Aku pun mengikuti sarannya sambil berjalan. "Oh, sama seperti teknik pernafasan yoga juga," pikirku. Yes dan itu sangat membantu.
Menikmati trekking di hutan pancur ini, seolah berpetualang mendaki gunung. Medannya akan sangat menyiksa bagi orang yang belum pernah mengadakan trekking atau pun hiking dalam hidupnya. Pribadi sendiri saja yang sebelumnya berhasil mengadakan trekking 11 km ke kawasan DAM Duriangkang, tetap letoy menyusuri medan di hutan pancur ini.
berendam |
berendam |
Dari jalan setapak ini, kita bisa menikmati pemandangan DAM Mukakuning lebih dekat. Sangat dekat. Di hutan ini, kita juga bisa mencium aroma tanah yang menyatu dengan aroma daun dan batang pohon yang membusuk khas hutan tropis. Sangat melegakan mencium aroma bumi, sambil melihat ke atas melewati tingginya pohon menjulang, melihat awan abu-abu mendung di ketinggian sambil dalam hati bergumam " Terimakasih Tuhan atas bumi yang indah ini, terimakasih atas alam ciptaanMu ini".
Teman selamanya |
Dari pondok itu, terlihatlah air pancur. Suara deburan air jatuh sangat menyembuhkan telinga dari pekak lalu lintas padatnya Batam. Terapi telinga pun dimulai. Tak hanya itu, mata pun dimanjakan dengan suguhan alami hutan, bebatuan besar berwarna coklat dari sungai tersebut. Dari bebatuan raksasa yang dilewati air jernih tersebutlah berasal suara deburan air mengalir itu. Ya, ada air terjun mini di hutan Batam.
Dari hulu sungai yang kecil yang dipenuhi bebatuan, air itu memusat di bebatuan besar berwarna coklat. Ada air pancuran kecil di atas, trus mengalir ke air terjun yang agak besar. Kumpulan air di bawah air terjun deras itu membentuk sebuah kolam. Airnya berwarna hijau, karena banyaknya tumbuhan lumut di bawahnya. Ya, air terjun berbatu coklat itu ada di Batam, kota dengan letak dan kondisi geografis kepulauan.
Semua pengunjung pun menikmati kejernihan airnya. Benar saja, rasa lelah dan kebas kaki akibat trekking sirna seketika saat kita memasukkan kaki kita ke dalam airnya. Rasa sejuk langsung menghinggapi kaki, masuk ke pori-pori kulit, membelai tulang. Rasa lelah pun hilang.
Anda mau berenang? bisa. Jangan berenang, melompat indah ala atlet Richard Samberra atau pun Inge de Bruijn pun bisa Anda lakukan di kolam alami ini. Anda bisa melompat dari batu ketinggian 2 meter. Jangan takut, kolam ini sangat dalam. Melepas penat, aku pun turut membaur bersama tiga rekan yang sudah duluan berenang, Rina, Bagir dan Waro. Aku menikmati setiap gerakan teknik gaya bebas.
Punggungku pun sempat dipijat kuat dari debit massa air terjun itu. Sangat melegakan.
Kawasan air terjun itu pun sangat cocok dijadikan sebagai kawasan camping bagi para pecinta alam. Karena batu coklatnya yang landai, di sana bisa memasak menggunakan kompor camping seperti yang kami lakukan. Chef Rina pun menjadi juru masak, menyediakan mie rebus dan teh manis rasa cinta bagi kami. Sangat enak sekali.
How To Get There
Menuju kawasan ini, bisa dilalui dari dua rute, yakni Tiban dan Muka Kuning. Berhubung kali pertama kesini, dan melalui rute Mukakuning, maka rute Mukakuning inilah yang akan kujelaskan berdasarkan pemahamanku. hehe..
Dari Simpang DAM, sekitar 800 meter memasuki Kampung Aceh, pengunjung bisa memarkirkan kendaraannya di pos sekuriti waduk Mukakuning. Kawasannya ada di paling ujung. Membayar biaya masuk Rp 7 ribu, lalu mulailah petualangan anda menapaki hutan pancur itu. Dibutuhkan waktu 33 menit untuk mencapai air terjun pancur ini. Rute 33 menit setara dengan 2,27 KM (sesuai dengan aplikasi NIKE Running di ponsel). Sangat dekat, medannya yang (lumayan) berat.
PESAN
Meski hutan ini masih alami, pemandangan air terjun yang menyatu dengan bebatuan coklatnya indah, tapi sangat disayangkan. Tumpukan sampah sudah ditemui di kawasan itu. Para pengunjung juga dengan ringan tangan membuang sampah plastik mereka sesuka hati. Mulai dari bungkus kue, bungkus sampo, bahkan bungkus rokok dan botol air mineral pun sudah bisa ditemukan di kawasan air terjun dan kawasan hutan itu.
Yuk mari menghargai alam. Jangan menyatakan diri pecinta alam, tapi dengan gampang membuang sampah sembarangan. Mari mencintai bumi, menyayangi alam dengan membuat gebrakan kecil: membawa pulang kembali sampah yang kita hasilkan di kawasan alam tersebut, sehingga kelestariannya terjaga. ***
Bersama mereka, kamu bisa jujur mengenai siapa dirimu sebenarnya. |
Warm Regards,
GP, 8.10 pm, May 8, 2015
wwuiiihh seruuu nya...yuuk treking lagii
ReplyDelete