Kali ini tak lentik, hanya saja aku mengikuti irama jari menyentuh keyboard yang berisikan 103 tombol berbagai fungsi dan satuan huruf dalam alfabet. Ketikan memburu, salah, hapus, perbaiki, lalu memburu lagi. EDITING, ya mengedit, mengeja, memeriksa huruf satu per satu. Jangan sampai salah. Bisa mati saya. Mati dalam artian, dipermalukan di ruang rapat, dipermalukan dalam kalimat "memeriksa huruf, kalimat dan pengejaan kalimat saja tak bisa. Mending ga usah jadi ******".
Ini yang selalu kutakutkan.
Memikirkan pernyataan ini saja sudah keringat dingin.
Ah, jangan sampai itu terjadi.
Kalau ada pernyataan berulang dari irama romantisme kata itu, ingin saja aku memakinya.
Kalau ada data yang tidak valid, tanpa konfirmasi, ingin saja aku membentaknya.
Sampai kapan ini terjadi?
Aku pun tak tahu.
Hanya saja, aku tahu, aku pernah seperti dia.
Aku pernah dimarahi, dibentak, untuk kebaikan.
Ya ini, aku menyebutnya romantisme dunia kerja, bukan kekurangan dalam dunia kerja.
Aku memahaminya, aku mengerti kekurangannya, karena kekurangannya adalah kekuranganku juga.
Kekurangan bersama.
Keluhannya, adalah keluhan yang pernah kuajukan juga saat aku masih dalam posisi dia.
Ceritanya, adalah ceritaku juga.
Apa ini sejarah berulang pada orang yang berbeda? aku tak tahu, mungkin itu adalah ketentuan jiwa dunia dalam profesi ini.
Jadi aku tak pernah membentaknya, aku lebih memilih menarik nafas panjang, lalu mencoba memahami isi laporannya.
Aku mencoba memahaminya, membentuknya menjadi tangguh.
Kadang, di persimpangan jalan,
Saat isi laporannya tak sejalan dengan data yang kuinginkan,
Menurutku tak valid, dan butuh informasi,
Menyuruhnya mengkonfirmasi segera, tak ada jawaban, bisa kesal setengah mati.
"maaf mbak, narasumbernya juga ga tau data pasti. Katanya harus dikumpulkan dan dihitung ulang dulu". Masuk akal.
"maaf mbak, datanya katanya tak ada, kepalanya mengatakan mereka belum pernah mendata". Masuk akal.
"maaf mbak, iya benar, entah kenapa, hari ini tak ada berita di.., aku hanya mengikuti teman kemana pergi liputan," DEMMMMM!!!!, jawaban seperti apa itu???.
Kalau pagi ditanya proyeksi, jawaban "Iya mbak, saya usahakan".
Diberi data penugasan, jawaban "Iya mbak, saya usahakan" saya tak suka jawaban itu.
Kadang, di persimpangan jalan,
Ingin sekali membentaknya, memarahinya, mencerewetinya habis-habisan, tapi aku lebih memilih memberi pandangan kepadanya. Seperti apa liputan, seperti apa bertanya. 'Militan? boleh juga, tapi tetap jaga harga dirimu, jangan sampai merusak citra diri dan perusahaan'.
Selalu bilang, 'Kita berada di jalan yang sama, mari sama-sama belajar, karena aku juga punya atasan, dan atasan itu adalah bos kita bersama. Mari sama-sama bekerja baik'.
Dengarlah.
Aku mencoba memahami segala sesuatu dari sudut pandang positif, meski kadang logika dan pikiranku tak sama kadarnya dengan emosi.
Kadang emosi lebih besar dari logika
Kadang logika lebih besar dari emosi
Kadang, kadarnya berbeda.
Kawan, kukatakan padamu
Hidup ini rumit
Bekerja itu ribet
Tapi cara berpikir, pola pandang menentukan seperti apa kita menikmatinya
Hanyut di dalamnya, atau menguasai keadaannya.
Pandanglah
Jadikan 'DUNIA' yang kau bentuk indah,
Nikmati ritmenya,
Bersenandunglah di dalamnya.
Warm Regards,
Chaycya at 2nd Fl GP
8.22pm
Sun, May 5.2013
Ini yang selalu kutakutkan.
Memikirkan pernyataan ini saja sudah keringat dingin.
Ah, jangan sampai itu terjadi.
Kalau ada pernyataan berulang dari irama romantisme kata itu, ingin saja aku memakinya.
Kalau ada data yang tidak valid, tanpa konfirmasi, ingin saja aku membentaknya.
Sampai kapan ini terjadi?
Aku pun tak tahu.
Hanya saja, aku tahu, aku pernah seperti dia.
Aku pernah dimarahi, dibentak, untuk kebaikan.
Ya ini, aku menyebutnya romantisme dunia kerja, bukan kekurangan dalam dunia kerja.
Aku memahaminya, aku mengerti kekurangannya, karena kekurangannya adalah kekuranganku juga.
Kekurangan bersama.
Keluhannya, adalah keluhan yang pernah kuajukan juga saat aku masih dalam posisi dia.
Ceritanya, adalah ceritaku juga.
Apa ini sejarah berulang pada orang yang berbeda? aku tak tahu, mungkin itu adalah ketentuan jiwa dunia dalam profesi ini.
Jadi aku tak pernah membentaknya, aku lebih memilih menarik nafas panjang, lalu mencoba memahami isi laporannya.
Aku mencoba memahaminya, membentuknya menjadi tangguh.
Kadang, di persimpangan jalan,
Saat isi laporannya tak sejalan dengan data yang kuinginkan,
Menurutku tak valid, dan butuh informasi,
Menyuruhnya mengkonfirmasi segera, tak ada jawaban, bisa kesal setengah mati.
"maaf mbak, narasumbernya juga ga tau data pasti. Katanya harus dikumpulkan dan dihitung ulang dulu". Masuk akal.
"maaf mbak, datanya katanya tak ada, kepalanya mengatakan mereka belum pernah mendata". Masuk akal.
"maaf mbak, iya benar, entah kenapa, hari ini tak ada berita di.., aku hanya mengikuti teman kemana pergi liputan," DEMMMMM!!!!, jawaban seperti apa itu???.
Kalau pagi ditanya proyeksi, jawaban "Iya mbak, saya usahakan".
Diberi data penugasan, jawaban "Iya mbak, saya usahakan" saya tak suka jawaban itu.
Kadang, di persimpangan jalan,
Ingin sekali membentaknya, memarahinya, mencerewetinya habis-habisan, tapi aku lebih memilih memberi pandangan kepadanya. Seperti apa liputan, seperti apa bertanya. 'Militan? boleh juga, tapi tetap jaga harga dirimu, jangan sampai merusak citra diri dan perusahaan'.
Selalu bilang, 'Kita berada di jalan yang sama, mari sama-sama belajar, karena aku juga punya atasan, dan atasan itu adalah bos kita bersama. Mari sama-sama bekerja baik'.
Dengarlah.
Aku mencoba memahami segala sesuatu dari sudut pandang positif, meski kadang logika dan pikiranku tak sama kadarnya dengan emosi.
Kadang emosi lebih besar dari logika
Kadang logika lebih besar dari emosi
Kadang, kadarnya berbeda.
Kawan, kukatakan padamu
Hidup ini rumit
Bekerja itu ribet
Tapi cara berpikir, pola pandang menentukan seperti apa kita menikmatinya
Hanyut di dalamnya, atau menguasai keadaannya.
Pandanglah
Jadikan 'DUNIA' yang kau bentuk indah,
Nikmati ritmenya,
Bersenandunglah di dalamnya.
Warm Regards,
Chaycya at 2nd Fl GP
8.22pm
Sun, May 5.2013
Post a Comment