Rian |
Kini dan Nanti Dia Tetap Optimis
AFRIYANTO,25 atau yang akrab disapa Rian ini tidak ada menunjukkan sedikit pun rasa malu terhadap penyakitnya, ketika saya menyambangi rumahnya di Perumahan Puri Malaka Blok I Nomor 4 Tiban. Dengan ramah dia berujar "Sebentar ya kak, saya cuci muka dulu".
Rian, anak ketiga dari empat bersaudara dari ibu bernama Nur Aini (50) dan ayahnya Menceng (alm). Sejak lahir, Rian sudah mengidap penyakit pembengkakan pembuluh darah yang mengakibatkan benjolan di bagian leher bawah kanannya, atau dalam istilah kedokteran dikenal dengan tumor pembuluh darah atau Hemanium.
Rian lahir pada 9 Maret 1983. Sewaktu lahir, leher Rian tersebut belum ada benjolan, melainkan hanya sebatas warna biru memar membulat dibagian kanan lehernya. Setelah umur satu tahun, tanda memar tersebut membengkak menjadi sebesar kelereng. "Namun pada saat itu, Rian belum pernah mengeluhkan kesakitan, apalagi rewel," ujar Nur Aini sambil mengenang kembali masa kecil Rian.
Gumpalan tersebut pun makin besar setelah Rian berusia lima tahun. Di usia yang masih muda tersebutlah Rian pertama sekali harus mengalami kontak dengan pisau bedah operasi. Awalnya, orang tuanya hanya membawanya ke rumah sakit Pertamina di Jakarta untuk konsultasi. "Tiba-tiba dokter mengatakan, untuk memperkecil ruang gerak pertumbuhan Hemanium ini, maka Rian harus di operasi. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi. Saya mau Rian sembuh," ujar Nur Aini menahan tangis.
Setelah dioperasi, bukannya makin sembuh, penyakit Rian makin menjadi. Kali ini bukan hanya lehernya saja yang bengkak, melainkan setengah wajahnya, lidah hingga tenggorokannya pun kian hari makin membengkak.
Orang tua Rian pun sempat bingung, dan berusaha mengobati anaknya tersebut dengan menempuh cara apa pun. Jalan operasi kembali di tempuh Rian pada saat dia berusia enam tahun, dan untuk pertama kalinya menghadapi X-ray guna menghambat pertumbuhan Hemanium tersebut. "Dulu sewaktu kecil dia sempat botak, karena pengaruh sinar X," ujar Nur Aini.
Nur Aini sangat mengingat jelas berapa kali anaknya di operasi dan di sinar X. "Hingga dia umur 11 tahun, sudah sembilan kali menghadapi operasi pengangkatan benjolan di bagian kanan leher dan wajahnya," ujar Nur Aini.
Demikian juga dengan sinar X, sudah 11 tahun sampai sekarang, Rian sudah harus berurusan sebanyak 12 kali dengan penyembuhan cara laser tersebut, dengan harapan pengobatan ini berguna demi kesembuhannya.
Dengan memakai celana coklat selutut, dan baju kaus berwarna hitam, Rian duduk manis di pintu tengah menuju dapur, di rumah kontrakan tipe 36 tersebut, mendengarkan kisah masa kecilnya yang diceritakan sang ibu kepada saya.
Sementara mendengar kisah masa kecilnya yang sudah akrab dengan penyakit dan rumah sakit tersebut, Rian hanya terdiam dan sesekali memberitahukan bahwa apa yang dialaminya kini sudah menjadi bagian dari nasibnya yang tidak dapat disesali. "Mau bagaimana lagi, ya seperti ini kehendak Allah, ya seperti inilah," ujarnya menghibur diri menatap saya.
Dia pun menunjukkan lidahnya yang kini bengkak separuh dan ada tiga benjolan kecil berwarna coklat, dan tenggorokan yang di dalamnya kini bersarang gumpalan sebesar kelereng yang mengakibatkan dia susah bicara. "Saya juga, kalau makan sudah susah nelannya, harus pakai kuah baru bisa masuk. Kalau tidak bisa nyangkut dan sakit," ujarnya dengan tawa tertahan sambil menghirup nafas dalam-dalam.
Dia mengaku, kalau terlalu banyak bekerja dan mengeluarkan keringat, maka wajah sebelah kanannya yang kini membesar tersebut sering pegal. Dia tidak boleh lelah, karena bila lelah sedikit saja, dia akan demam, gumpalannya makin besar dan akan terasa pegal dan sakit.
Demikian juga sang ibu, mengatakan setiap malam dia selalu terjaga kalau tiba-tiba Rian tidak bernafas lagi, akibat gumpalan yang ada di tenggorokannya kini. "Kalau tidur, mengoroknya keras dan macam tertahan. Kadang nafasnya hilang timbul, mesti di bangunin. Cape juga setiap malam begitu, tapi bagaimana demi anak juga," ujar istri dari almarhum Menceng, seorang pensiunan Pertamina tersebut.
Rian lahir pada 9 Maret 1983. Sewaktu lahir, leher Rian tersebut belum ada benjolan, melainkan hanya sebatas warna biru memar membulat dibagian kanan lehernya. Setelah umur satu tahun, tanda memar tersebut membengkak menjadi sebesar kelereng. "Namun pada saat itu, Rian belum pernah mengeluhkan kesakitan, apalagi rewel," ujar Nur Aini sambil mengenang kembali masa kecil Rian.
Gumpalan tersebut pun makin besar setelah Rian berusia lima tahun. Di usia yang masih muda tersebutlah Rian pertama sekali harus mengalami kontak dengan pisau bedah operasi. Awalnya, orang tuanya hanya membawanya ke rumah sakit Pertamina di Jakarta untuk konsultasi. "Tiba-tiba dokter mengatakan, untuk memperkecil ruang gerak pertumbuhan Hemanium ini, maka Rian harus di operasi. Berat memang, tapi mau bagaimana lagi. Saya mau Rian sembuh," ujar Nur Aini menahan tangis.
Setelah dioperasi, bukannya makin sembuh, penyakit Rian makin menjadi. Kali ini bukan hanya lehernya saja yang bengkak, melainkan setengah wajahnya, lidah hingga tenggorokannya pun kian hari makin membengkak.
Orang tua Rian pun sempat bingung, dan berusaha mengobati anaknya tersebut dengan menempuh cara apa pun. Jalan operasi kembali di tempuh Rian pada saat dia berusia enam tahun, dan untuk pertama kalinya menghadapi X-ray guna menghambat pertumbuhan Hemanium tersebut. "Dulu sewaktu kecil dia sempat botak, karena pengaruh sinar X," ujar Nur Aini.
Nur Aini sangat mengingat jelas berapa kali anaknya di operasi dan di sinar X. "Hingga dia umur 11 tahun, sudah sembilan kali menghadapi operasi pengangkatan benjolan di bagian kanan leher dan wajahnya," ujar Nur Aini.
Demikian juga dengan sinar X, sudah 11 tahun sampai sekarang, Rian sudah harus berurusan sebanyak 12 kali dengan penyembuhan cara laser tersebut, dengan harapan pengobatan ini berguna demi kesembuhannya.
Dengan memakai celana coklat selutut, dan baju kaus berwarna hitam, Rian duduk manis di pintu tengah menuju dapur, di rumah kontrakan tipe 36 tersebut, mendengarkan kisah masa kecilnya yang diceritakan sang ibu kepada saya.
Sementara mendengar kisah masa kecilnya yang sudah akrab dengan penyakit dan rumah sakit tersebut, Rian hanya terdiam dan sesekali memberitahukan bahwa apa yang dialaminya kini sudah menjadi bagian dari nasibnya yang tidak dapat disesali. "Mau bagaimana lagi, ya seperti ini kehendak Allah, ya seperti inilah," ujarnya menghibur diri menatap saya.
Dia pun menunjukkan lidahnya yang kini bengkak separuh dan ada tiga benjolan kecil berwarna coklat, dan tenggorokan yang di dalamnya kini bersarang gumpalan sebesar kelereng yang mengakibatkan dia susah bicara. "Saya juga, kalau makan sudah susah nelannya, harus pakai kuah baru bisa masuk. Kalau tidak bisa nyangkut dan sakit," ujarnya dengan tawa tertahan sambil menghirup nafas dalam-dalam.
Dia mengaku, kalau terlalu banyak bekerja dan mengeluarkan keringat, maka wajah sebelah kanannya yang kini membesar tersebut sering pegal. Dia tidak boleh lelah, karena bila lelah sedikit saja, dia akan demam, gumpalannya makin besar dan akan terasa pegal dan sakit.
Demikian juga sang ibu, mengatakan setiap malam dia selalu terjaga kalau tiba-tiba Rian tidak bernafas lagi, akibat gumpalan yang ada di tenggorokannya kini. "Kalau tidur, mengoroknya keras dan macam tertahan. Kadang nafasnya hilang timbul, mesti di bangunin. Cape juga setiap malam begitu, tapi bagaimana demi anak juga," ujar istri dari almarhum Menceng, seorang pensiunan Pertamina tersebut.
Dalam menjalani harinya, Rian mengaku sangat optimis dapat bertahan hidup, namun kadang kala mengalami pasang surut bila dia menghadapi permasalahan dengan teman atau saudaranya dan bila mengingat perjuangan orang tuanya menyembuhkannya. "Rasa minder bisa datang kalau teman mengejek, dan bahkan kepikiran ingin melepaskan semuanya saja. Tapi bila mengingat perjuangan orang tua dan saudara dalam menyembuhkan, saya jadi bersemangat lagi. Masih banyak ternyata orang yang perduli dengan saya," ujarnya dengan mimik serius.
Dia bersyukur sekali, semenjak kepindahannya ke Batam, tidak ada seorang pun yang pernah mengejek dia karena penyakitnya tersebut. Bahkan dia pun tidak malu bergaul dengan muda-mudi di kompleknya tinggal sekarang. "Ngapain harus malu, jalani sajalah. Saya bahkan bisa kompak dengan tetangga. Bukan hanya kalangan anak muda saja, melainkan orang tua, ibu rumah tangga dan bahkan anak-anak saya sangat dekat. Alhamdulillah mereka tidak pernah menjauh karena penyakit saya, demikian juga dengan saya," ungkapnya.
Rian yang duduk bersila ditemani kakak sulungnya bernama Iwan, 28, di ruang tamu sesekali mengambil nafas panjang tertahan karena gumpalan sebesar kelereng di tenggorokannya. Kadang dia mengelus wajah dan lehernya yang membengkak tersebut, lalu melanjutkan pembicaraan mengenai hobinya merawat bunga. "Kak, saya tidak pernah membeli bibit bunga itu. Awalnya saya minta dari tetangga, serakkan di pot dan rawat, akhirnya tumbuh subur dan banyak. Kemudian saling tukar dengan teman-teman. Itu saja," ujarnya serius dengan nada senang.
Hingga saat ini, koleksi bunga yang sudah dimiliki Rian yaitu Aglonema, Sansivera, berbagai macam jenis Puring, Asoka, dan lainnya. "Kadang merawat bunga ini seperti merawat bayi, harus ekstra perhatian bila ingin mendapatkan hasil yang bagus," ungkapnya bahagia.
Penekanan "ekstra perhatian" dari ucapan Rian tersebut terhadap bunga, demikian jugalah perhatian yang diberikan sanak saudara dan ibunya kepadanya. Bahkan dirinya juga. Dia sadar betul, akibat dari penyakitnya kini, hampir seluruh bagian lehernya membekas puluhan garis sayatan pisau bedah. Kini sayatan tersebut ditumbuhi banyak lingkaran hitam dan hijau tua yang menonjol akibat dari pecahnya pembuluh darah yang berlebihan.
Kadang dia merasakan sakit yang sangat luar biasa, menurut istilahnya hampir mati rasa karena tidak tertahankan atau ibarat penyakit sariawan yang berlebihan yang kadang mengakibatkan mentalnya down untuk bertahan hidup. Namun karena dorongan semangat dari dalam dirinya yang begitu besar untuk sukses di masa depan. Dia pun menghiraukan rasa sakit tersebut tanpa bantuan obat medis, melainkan dengan obat alternatif yakni dengan mengkompresnya memakai jahe merah.
Sampai sekarang, dia masih mempunyai niat untuk melakukan operasi dan pengobatan bagi penyakitnya guna menghambat pertumbuhan hemanium di tubuhnya tersebut. Tapi keluarganya masih terkendala biaya. "Kalau makin dibawakan, bisa rusak semua. Tapikan kita harus menghadapi hidup dengan optimis dan berserah. Saya juga mempunyai cita-cita ingin membuka usaha, ingin menikah dan berkeluarga serta membahagiakan orang tua," ujarnya.
(Ingin aku menangis mendengarkan keluhan Rian tersebut, namun aku bangga, sebagai manusia dia hidup dengan penuh rasa optimisme. Aku hanya bisa berdoa, Tuhan jadilah kehendakMU kepada Rian dan keluarganya. Karena aku yakin, di balik hujan ada pelangi, seperti itulah janji Tuhan kepada manusia). 20-21 Februari, Tidak akan kulupakan. Dan aku berjanji akan mempelajari kasus hemanium yang merusak pembuluh darah tersebut. ***
Dia bersyukur sekali, semenjak kepindahannya ke Batam, tidak ada seorang pun yang pernah mengejek dia karena penyakitnya tersebut. Bahkan dia pun tidak malu bergaul dengan muda-mudi di kompleknya tinggal sekarang. "Ngapain harus malu, jalani sajalah. Saya bahkan bisa kompak dengan tetangga. Bukan hanya kalangan anak muda saja, melainkan orang tua, ibu rumah tangga dan bahkan anak-anak saya sangat dekat. Alhamdulillah mereka tidak pernah menjauh karena penyakit saya, demikian juga dengan saya," ungkapnya.
Rian yang duduk bersila ditemani kakak sulungnya bernama Iwan, 28, di ruang tamu sesekali mengambil nafas panjang tertahan karena gumpalan sebesar kelereng di tenggorokannya. Kadang dia mengelus wajah dan lehernya yang membengkak tersebut, lalu melanjutkan pembicaraan mengenai hobinya merawat bunga. "Kak, saya tidak pernah membeli bibit bunga itu. Awalnya saya minta dari tetangga, serakkan di pot dan rawat, akhirnya tumbuh subur dan banyak. Kemudian saling tukar dengan teman-teman. Itu saja," ujarnya serius dengan nada senang.
Hingga saat ini, koleksi bunga yang sudah dimiliki Rian yaitu Aglonema, Sansivera, berbagai macam jenis Puring, Asoka, dan lainnya. "Kadang merawat bunga ini seperti merawat bayi, harus ekstra perhatian bila ingin mendapatkan hasil yang bagus," ungkapnya bahagia.
Penekanan "ekstra perhatian" dari ucapan Rian tersebut terhadap bunga, demikian jugalah perhatian yang diberikan sanak saudara dan ibunya kepadanya. Bahkan dirinya juga. Dia sadar betul, akibat dari penyakitnya kini, hampir seluruh bagian lehernya membekas puluhan garis sayatan pisau bedah. Kini sayatan tersebut ditumbuhi banyak lingkaran hitam dan hijau tua yang menonjol akibat dari pecahnya pembuluh darah yang berlebihan.
Kadang dia merasakan sakit yang sangat luar biasa, menurut istilahnya hampir mati rasa karena tidak tertahankan atau ibarat penyakit sariawan yang berlebihan yang kadang mengakibatkan mentalnya down untuk bertahan hidup. Namun karena dorongan semangat dari dalam dirinya yang begitu besar untuk sukses di masa depan. Dia pun menghiraukan rasa sakit tersebut tanpa bantuan obat medis, melainkan dengan obat alternatif yakni dengan mengkompresnya memakai jahe merah.
Sampai sekarang, dia masih mempunyai niat untuk melakukan operasi dan pengobatan bagi penyakitnya guna menghambat pertumbuhan hemanium di tubuhnya tersebut. Tapi keluarganya masih terkendala biaya. "Kalau makin dibawakan, bisa rusak semua. Tapikan kita harus menghadapi hidup dengan optimis dan berserah. Saya juga mempunyai cita-cita ingin membuka usaha, ingin menikah dan berkeluarga serta membahagiakan orang tua," ujarnya.
(Ingin aku menangis mendengarkan keluhan Rian tersebut, namun aku bangga, sebagai manusia dia hidup dengan penuh rasa optimisme. Aku hanya bisa berdoa, Tuhan jadilah kehendakMU kepada Rian dan keluarganya. Karena aku yakin, di balik hujan ada pelangi, seperti itulah janji Tuhan kepada manusia). 20-21 Februari, Tidak akan kulupakan. Dan aku berjanji akan mempelajari kasus hemanium yang merusak pembuluh darah tersebut. ***
Anak saya jg menderita hemanium sejak umur 3bln, sape sekarang dia dah berumur 2th! Alhmdllh dah hampir sembuh.!
ReplyDeletesaya ternyata kena hemanium, ada benjolan di telapak ibu jari, seingat saya sudah sejak saya tahu/ bs mengingat/berarti dr lahir mungkin. skr melebar ke jari tengah. sejak itu saya jaga pola makan, shg saya tetap bs bekerja dan beraktivitas tanpa gangguan lagi !.
ReplyDeletekalau boleh beri saran ( saya 32thn jg mengalami dan menjalaninya) ryan, kmu jgn makan ikan laut terutama udang, kepiting/rajungan, cumi, daging kambing, daging berlemak/bakso, ayam & telur ras tp ayam & telur kampung gpp, makanan?minuman berpengawet (dlm kaleng/sosis...), saus.
ReplyDeletesayuran yg dilarang: kolbis, terung,
buah yg dilarang: kelengkeng, nanas, semangka
lbh baik banyak minum susu krn hemanium itu kurang kalsium (terutama saat ibu hamil). jd kita ganti pola makan kita banyak makan sayur dan buah, tidak usah makan nasi krn lauk banyak larangan tp diganti aja ama roti keju susu.
saya mimpi di temui alm.ibu kalo obatnya sayuran pare, kemangi dan pete.
gmn? ok?
@Mas Kuntet dan Maya Intan: Terimakasih sarannya, saya akan sampaikan pesan ini kepada Rian.
ReplyDeleteMoga bisa bermanfaat.
Terimakasih atas sharenya.
regards: Chaycya