In front of Fullerton Hotel. |
YUK cus blusukan ning Singapura. Saya Batak, dua adik saya juga tentu Batak dong. Judul apaan ini kok iso boso Jowo? Apa gegara pemilik blog ini pernah pacaran sama wong Jowo lalu jadi mantan, atau jauh sebelumnya pernah hampir jadi sama wong Jowo? dan puji Tuhan, tak jadi gegara cowonya kasih perhatian ngalah-ngalahin minum obat? Begitulah cinta, gampang dicerna tapi sulit ditebak. Paradoks di tengah ironi. Eh apa-apaan ini? Kok ngomong-ngomongin cinta segala? Fokus woi!!! Yang jelas, kami bebas berbahasa daerah dari mana saja, karena kami adalah orang Indonesia, warga yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. *bhak
Fla duduk di salah satu sudut taman Garden by The Bay. |
Jadi, atas dasar kasih sayang dan cinta kasih kepada saudara _benerin hijab_, saya merelakan diri menjadi travel guide, mewujudkan mimpi kedua adik yang akan kunjungan ke Singapura untuk pertama sekali. Satu adik yang di bawahku, Fla, baru pertama sekali ke luar negeri. Dia lebih suka jalan-jalan di beberapa kawasan Indonesia. Menurutnya, Indonesia jauh lebih indah karena masing-masing kawasannya punya daya tarik sendiri. Dia beralasan, 'kenali dulu negerimu, nikmati kawasannya'. Paspornya baru hari itu (akan) pecah telur, menetas, dan mengepakkan sayapnya. Singapura menjadi negara pertama chop di paspornya.
Vit saat menikmati pameran art visual di Esplanade Hall. |
Sementara adik satu lagi, Vit, sudah dua visa bertengger di paspornya. United Stated of America dan Schengen. Hampir seluruh Daratan Eropa sudah ia kunjungi, selain Negara-negara Nordik.
Thailand menjadi negara yang pertama sekali dan sudah sering Vit kunjungi. Dia selangkah lebih maju dari kami semua soal perjalanan ke luar negeri. Berbagai negara telah ia kunjungi sejak mahasiswa. Padahal, dulunya ia seorang yang lemah.
Vitri anak keenam di keluarga kami. Saat dia lahir, mama harus opname selama tiga di rumah sakit. Otomatis dia dirawat sama oppung boru (nenek, nyokapnya mama). Cerita singkat, saat ia dinyatakan lulus ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) ke Universitas Negeri di Palangkaraya, kedua orangtuaku menentang keras dan khawatir.
"Bagaimana nanti dia kalau sakit sementara kita jauh, tidak ada yang merawat. Sudahlah, kamu kuliah di swasta saja yang penting dekat dengan kami, biar kalau sakit nanti, gampang diurus" itu ketakutan mamaku melihat salah satu putrinya akan pergi jauh demi sekolah tinggi.
Vitri anak keenam di keluarga kami. Saat dia lahir, mama harus opname selama tiga di rumah sakit. Otomatis dia dirawat sama oppung boru (nenek, nyokapnya mama). Cerita singkat, saat ia dinyatakan lulus ujian Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) ke Universitas Negeri di Palangkaraya, kedua orangtuaku menentang keras dan khawatir.
"Bagaimana nanti dia kalau sakit sementara kita jauh, tidak ada yang merawat. Sudahlah, kamu kuliah di swasta saja yang penting dekat dengan kami, biar kalau sakit nanti, gampang diurus" itu ketakutan mamaku melihat salah satu putrinya akan pergi jauh demi sekolah tinggi.
Ketakutan mamaku beralasan. Saat menunggu kelulusan dari SMA, ia dinyatakan lulus PMDK ke jurusan Kehutanan di Institut Pertanian Bogor (IPB). Pihak sekolah terlambat mengonfirmasi kebersediaan mereka, sehingga batallah adikku kuliah di sana, dan sekolahnya yang juga almamaterku itu mendapat skorsing, tidak boleh mengajukan PMDK tahun ajaran berikutnya. Vitri kepikiran. Ia sakit typus dan harus opname.
Saya yang saat itu sedang libur semester dari kampus turut menjaganya bersama mamaku. Suatu malam di rumah sakit, dia pernah hampir lewat. Wajahnya mendadak pucat, matanya masuk ke dalam, dan berbicara jadi tak jelas serasa lidahnya tertarik begitu. Mama panik tapi beruntung mama langsung berlutut berdoa. Saya menangis sejadi-jadinya memeluknya. 'Nan (Namanya Vitriani Astuti, kami memanggilnya kadang Vit, Nani, atau Nan) kenapa? Tuhan Yesus tolong adik saya," itu yang terucap sebelum saya lari ke lobbi yang bersebelahan dengan UGD untuk memanggil dokter. Lumayan jauh juga jaraknya sal F ke UGD rumah sakit.
Dokter pun datang. Kami disuruh keluar. Di luar mamaku menangis. "Kenapa setelah dia besar begini, Tuhan mau memanggilnya? Saya tak siap Tuhan. Kasihanilah boruku (putriku) dan kami. Kalau dia pergi saya ikut pergi," tangis mamaku.
Dengan berurai air mata, saya memegang tangan mamaku. Di situ saya bilang: Ma, percaya adik pasti sembuh. Ada kami 7 anakmu ma, kami butuh mama. Jangan menangis, nanti mama sakit.
Dokter dan perawat keluar. Dokter bilang, adikku tak apa-apa. Cuma dia kelebihan dosis obat. Cairan yang dimasukkan ke tubuhnya pun sudah diganti. Tepat setelah dokter pergi, bapa dan abangku yang nomor dua datang. Setelah itu, kami doa bersama. Puji Tuhan dia sehat sampai saya menuliskan ini.
Nah, kembali saat mamaku menerima pengumuman kelulusan SPMBnya itu dan tak setuju ia berangkat ke sana, adikku ini meyakinkan orangtuaku. "Tidak ada yang tahu hari esok. Aku lulus di Palangkaraya berarti di situ masa depanku. Aku harus berangkat. Aku tidak mau lagi mengingat-ingat bayang-bayang lulus PMDK ke Bogor yang gagal kumasuki akibat keteledoran pihak sekolah. Izinkan aku. Biar rencana Tuhan yang jadi padaku," pintanya bijak.
Kekhawatiran itu sirna. Sebijak permintaannya memohon doa restu dari orang tua, ia berangkat ke Palangkaraya dan kuliah di sana. Tidak pernah ada laporan sakit darinya. Hampir setiap hari bapak dan mama berkomunikasi lewat ponsel, menanyakan kabar, mengingatkan teratur makan, dan bla bla bla. Jawabannya "Puji Tuhan sehat, kuliah lancar, kirim uang bulanan jangan telat" _ entahlah dia menutupi apabila pernah sakit ya?
Kegiatan di kampus ia jalani seperti biasa. Masuk ke perkumpulan pemuda gereja, bergabung dengan salah satu kelompok choirs , Solafide Voice Palangkaraya. Atas dasar itulah, ia akhirnya bisa berkelana ke berbagai negara, mengikuti kompetisi choirs tingkat dunia yang mengharumkan nama Indonesia di Catalunya- Spanyol, tampil di hadapan wali kota Belgia saat acara malam penganugerahan bersama para aktris dan aktor serta pejabat Belgia. Mereka juga tampil di Louvre, Paris dan turut diundang dalam kolaborasi konser akbar se-dunia (World Choirs Concert) yang diikuti member choirs dari lebih 30 negara di Pattaya, Thailand pada 2013 lalu . Tanpa mengeluarkan biaya pribadi, apalagi dari orangtua. Itulah sekilas rangkaian perjalanannya ke berbagai negara. _Sebagai kakak, saya bangga dong_
Eh tapi tunggu dulu, sudah kemana-mana tapi belum pernah menginjak Singapura? Negara paling dekat dengan Indonesia? Apaan itu. Bahkan Singapura menjadi bagian dari mimpinya sebagai negara wajib kunjung? Sungguh terlalu!!!
Vit dan Fla dengan latar belakang Merlion Park dan Esplanade. |
Maka jadilah. Awal tahun lalu, sepulang perayaan tahun baru bersama keluarga di kampung halaman di Parsuratan, Kecamatan Balige, Kabupaten Toba Samosir, _tulis komplit ah, lumayan kampungku biar bisa masuk data google. hahaha_ kedua adikku ini memutuskan ngebolang ke Negeri opa Lee Kwan Yew ini. _Eh buset ga lelah apa? Baru juga pulang kampung_
Saya sebagai kakak yang memang merantau di Batam, Pulau terdepan Indonesia yang hanya selemparan batu dari Singapura dengan ikhlas menemani mereka. _Kakak tekor dek.
Saya sebagai kakak yang memang merantau di Batam, Pulau terdepan Indonesia yang hanya selemparan batu dari Singapura dengan ikhlas menemani mereka. _Kakak tekor dek.
Menuju Gardens by The Bay
Taman Avatar di Gardens by The Bay |
Pukul setengah 4 pagi, saya sudah membangunkan mereka dengan suara ala ibu tiri. Lalu saya dibangunkan siapa? Dibangunkan alarm. Kemas-kemas, lalu berangkat ke pelabuhan Batamcenter. Menggunakan kapal MV Batam Fast, kami melaksanakan misi mulia, Jalan-jalan ke Singapura lewat Harbour Front.
Oh ya, dalam perjalanan ini, kami bersama teman satu gerejaku, Lisna yang juga turut membawa sepupunya, seorang mahasiswa di Jogjakarta, yang bernama sama denganku, Cahaya. _Konspirasi eh kolaborasi semesta apaan ini?
Di Harbour Front, karena masih suasana liburan, saya berpesan dong ke mereka "Ntar turun dari kapal, langsung lari yak. Jangan santai. Harus cepat. Go go go," pintaku yang disambut dengan balasan lirikan judes yang tajam dari adikku Fla. _Balas lirik_
Oh ya, dalam perjalanan ini, kami bersama teman satu gerejaku, Lisna yang juga turut membawa sepupunya, seorang mahasiswa di Jogjakarta, yang bernama sama denganku, Cahaya. _Konspirasi eh kolaborasi semesta apaan ini?
Di Harbour Front, karena masih suasana liburan, saya berpesan dong ke mereka "Ntar turun dari kapal, langsung lari yak. Jangan santai. Harus cepat. Go go go," pintaku yang disambut dengan balasan lirikan judes yang tajam dari adikku Fla. _Balas lirik_
Marina Bay Sands |
Jadi nih ya, kalau ke Singapura dari Batam itu, para pejalan harus jeli dan peka. Sesuaikan kebutuhan waktu sama keadaan di imigrasi (custom) check-in dua pelabuhan, Batam dan Harbour Front di Singapura. Kalau musim liburan dan Great Singapore Sale (GSS), janganlah engkau berleha-leha. Karena itu akan membuatmu antri hingga berjam-jam hanya demi chop paspor. Jangan. Mending lari cepat bila perlu sampai ngos-ngosan, duluan antri chop paspor, habis itu, udah deh, mau tiduran dulu di depan Waterfront atau langsung istirahat di food hawker Banquet di area itu terserah. Yang penting lepas urusan dari ICA dulu.
Meski kami berlari cepat, tetap saja, antrian di dalam imigrasi check point Harbour Front sudah mengular. Hiks.. alamat lama deh. Dan benar, kami antrinya kena lebih dari sejam.
Peserta blusukan ke Singapura hari itu (ki-ka): Lisna Sihombing, Cahaya Hutagaol, Chahaya Simanjuntak (saya), Fla, dan Vit. |
Urusan imigrasi beres, petualangan sehari di Singapura pun dimulai. Sebagai kakak yang baik, aku tak lantas membawa mereka ke Casino dong (baca: Research World Sentosa), saya harus duluan mengenalkan mereka tentang pengetahuan alam dan tumbuh-tumbuhan dulu, yakni membawa mereka berkarya wisata ke Gardens By The Bay di pusat kota, baru deh ke kawasan wisata lainnya. _Wakakakaka, jijay banget, kok kaya cerita mengarang zaman SD dulu ini tulisan_
Melihat Gardens by The Bay dari Marina Bay Sands. |
Menuju Gardens By The Bay dari Harbour Front, memilih purple line (ungu), kami interchange di kawasan Dhoby Ghaut (NS24) menuju red line (merah) ke Marina South Pier (NS28). Harusnya bisa interchange di brown line (coklat) sih dari Outram Park (TE17), dan turun langsung di Gardens By The Bay (TE22). Cuma, kami memilih Marina South Pier, karena akses dari situ ke Gardens by The Bay lebih gampang, dan bisa melihat taman seperti di film Hollywood, Avatar dan Jurassic Park seluas 101 hektare itu secara keseluruhan dari bangunan fenomenal, Marina Bay Sands.
Kawan, kukatakan padamu, menikmati satu kawasan Gardens by The Bay ini, terlebih dulu lihat keseluruhan objeknya dari eskalator Marina Bay Sands balcony. Tarik nafas, dan bersyukurlah. Keren abis... Bagaimana bisa ini taman hijau dengan taman-taman berisi berbagai tumbuhan dari seluruh dunia bisa tumbuh di pusat kota. Terkonsentrasi dengan bangunan-bangunan futuristik yang unik. Awesome banget.
Kawan, kukatakan padamu, menikmati satu kawasan Gardens by The Bay ini, terlebih dulu lihat keseluruhan objeknya dari eskalator Marina Bay Sands balcony. Tarik nafas, dan bersyukurlah. Keren abis... Bagaimana bisa ini taman hijau dengan taman-taman berisi berbagai tumbuhan dari seluruh dunia bisa tumbuh di pusat kota. Terkonsentrasi dengan bangunan-bangunan futuristik yang unik. Awesome banget.
Bangunan futuristik di Gardens by The Bay. |
Upper park Gardens by The Bay. |
Aneka tanaman bunga. |
Kami bersantai di taman-tamannya yang menyesuaikan dengan jenis tumbuhan. Ada Malay Park, Borneo Park, Middle East Park, dan ada juga bunga-bunga liar, yang zaman kecil kami dilarang pegang karena pahit, ditanam di sana. Di kampungku, itu bunga tumbuh menjadi bunga pagar jalan dengan bunga mekar warna kuning kaya bunga matahari. Baru di Singapura-lah saya menemukan nama latinnya bunga-bunga paet (pahit) itu, Tithonia difersifolia. Manis bener itu nama. Sampai saya catat di notes ponsel biar nggak lupa.
Tak hanya itu, saya juga menemukan bunga Arsam dan Suplir, tumbuhan yang saya temui saat camping ke hutan dulu bersama teman pramuka dari sekolah. Ah pokoknya Gardens by The Bay kalau makin masuk ke dalam makin keren. _Terharu_
Baby Planet by Marc Quinn
Planet sculpture yang terbuat dari perunggu dan metal. |
Tak puas disitu saja. Sembari melihat aneka jenis bunga dan tanaman, kami berjalan menuju taman sungai buatan dengan jembatan yang di sana kita bisa mengabadikan foto keren. Di depan itu, ada taman yang menarik perhatian kami. Sebuah patung bayi raksasa bercat putih.
Patung itu memiliki berat 10 ton, pertama kali diletakkan di taman itu sejak 18 Januari 2013, sumbangan dari seniman Inggris bernama Marc Quinn. Sebelumnya pada 2008 sudah dipajang di Chartsworth House dan 2012 dihadirkan dalam sebuah ekspedisi di Monaco. Agak aneh, patung dedek bayi putih itu mengambang. Di sana, diberi keterangan berjudul Planet.
Lewat keterangan di atas plank baja bertuliskan planet itu, Quinn menggambarkan secara paradoksal, bahwa manusia di planet ini ibarat bayi yang sangat ringan, hingga ia bisa melayang. Dan sesungguhnya dibalik tampilan kuat sehingga bisa melayang itu, ia sangat rapuh. Patung ini dibuat dengan cinta. Meniru wajah dari anak pertama Marc Quinn saat berusia 7 bulan yang saat itu didiagnosa penyakit akibat alergi susu yang parah. Refleksi itu jelas terlihat dari pajangan baby planet by Marc Quinn dan menjadi salah satu mahakarya seni tertinggi di taman seluas 101 hektar tersebut.
Lewat keterangan di atas plank baja bertuliskan planet itu, Quinn menggambarkan secara paradoksal, bahwa manusia di planet ini ibarat bayi yang sangat ringan, hingga ia bisa melayang. Dan sesungguhnya dibalik tampilan kuat sehingga bisa melayang itu, ia sangat rapuh. Patung ini dibuat dengan cinta. Meniru wajah dari anak pertama Marc Quinn saat berusia 7 bulan yang saat itu didiagnosa penyakit akibat alergi susu yang parah. Refleksi itu jelas terlihat dari pajangan baby planet by Marc Quinn dan menjadi salah satu mahakarya seni tertinggi di taman seluas 101 hektar tersebut.
Merlion Park |
Dari sana, perjalanan berlanjut melihat patung Merlion di Merlion Park. Dari taman itu, kami memilih berjalan kaki, melewati gedung Marina Bay Sands. Panas menyengat dan lelah, kami pun membeli jajanan es krim potong yang dijual old uncle Singaporean seharga 1,2 dolar.
Istirahat sambil makan es krim di Esplanade. |
Dari Merlion perjalanan berlanjut ke Expo untuk membeli sejumlah barang elektronik yang tengah hot promo dan memutuskan makan siang di food hawker di kawasan itu. Menuju ke sana, kami memilih naik MRT dari City Hall, melewati gedung durian, Esplanade.
Menuju Expo |
Pameran di Esplane. |
Karya kolaborasi seniman Singapura Ashley Yeo dan seniman Korea Selatan, Monica So-Young Moon di atas kain sutra bertema In Their Oceans at Esplanade. |
Di gedung Esplanade ini, kami sempat menyaksikan pameran lukisan dan visual dari kolaborasi seniman Korea Selatan dan Singapura, Ashley Yeo & Monica So-Young Moon. Aneka hasil karya mereka itu dipajang di dinding rute pejalan kaki di gedung itu. Gratis.
Art lover |
Fla berlatar kain satin sebagai refleksi ubur-ubur di pameran In Their Oceans. |
Kelar urusan tengah (perut) dan urusan belanja di Expo, kami melanjutkan perjalan ke kawasan belanja super sibuk dan padat pengunjung di Bugis Junction (Biasanya ini kawasan yang selalu saya abaikan kalau ke Singapura. Ke sana itu kalau sudah pengen banget makan matcha cake dan aneka cemilan manis di mallnya). Seterusnya, meski kaki sudah mulai protes karena kelelahan, perjalanan tetap berlanjut.
Sisters at Expo |
Adik memotret dua kakaknya. Begitu dong adik yang baik. BTW, setiap traveling saya lebih suka dan lebih sering pakai sandal jepit. Lebih enak, lebih nyaman. Jadi jangan tanya lagi alasannya ya. hehe |
Marina South Pier |
Kali ini, kembali ke kawasan Harbour Front, dari sana menyeberang ke Research World Sentosa (RWS) taman tematik wajib kunjung di negeri ini. Puas foto-foto di bola raksasa Universal Studio, turun ke rumah judi ala Las Vegas, Casino, leyeh-leyeh, abis itu cusssss back to Harbour Front. Saya lapar, kamu lapar, semua lapar, yuk makan. Sembari mengistirahatkan kaki, kembali kami menikmati makan malam dengan menu nasi sayur Korea, Bibimbap, dan juga nasi Jepang dengan lauk ikan Saba seharga 18 dolar untuk tiga porsi di Banquet. Di sana, kami beristirahat sampai tiba jadwalnya check in dan pulang kembali ke Batam. Kakak lelah dek.
Saatnya pulang kakak. |
Positifnya dari perjalanan ini:
- Saya turut membantu mewujudkan mimpi dua adik, mendapatkan chop imigrasi Singapura di paspor mereka.hahaha *dikeplak
- Kapan lagi bisa jalan bareng saudara kandung ke luar negeri? It's so highly precious. Thank God.
Negatifnya: Tumpur bandar dek. Hiks. ***
Seru bgt crt nya. Kerenn...
ReplyDeleteDear Batam Dine,
DeleteKamsia ho koko, terimakasih bilang saya keren.. eh
hahaha
aku dulu di kampung suka sakit2an kak chay.tapi jauh dirantau orang alhamdulillah jadi mandiri dan lebih kuat. adeknya keren ya bisa keluar negri tanpa ngeluarin biaya pribadi
ReplyDeleteDear Travengler,
DeleteYep, adik saya ini dulu gampang sakit. Dulu kecil dia gendut banget, ampe mukanya kaya mau meledak gegara sakit. Puji Tuhan dia sehat hingga sekarang karena anugerah Tuhan. Wah sama yak ama mas Ahmad.. Mas Ahmad juga keren, bisa sambil les bahasa Inggris sambil jalan-jalan. hehe
Adeknya Chay kereen! Selalu salut sama anak-anak berprestasi..
ReplyDeleteKamu kakak yang baik... Ajak aku jalan juga dobk :D
Dear mba Dian Radiata,
DeleteItulah mengapa saya juga selalu salut sama anak-anak berprestasi mba Dii..
Wawakakaka... pujiannya ada maunya ye.
Ck..ck..ck..kakak yang baik hati nih semoga berkah ya aamiin hehehe :D Aku baru sekali ke Singapura. Anak2ku belum pernah ke luar negeri nih. Baca cerita mbak Cya, makin semangat deh kepengen ajak mereka kapan2. Belanja di Bugis emang bikin ketagihan ya soalnya murah2. Masuk ke dalam Universal Studi belom kesampaian sih cuma pepotoan doang wkwkwkw. Senangnyaaaa yach.
ReplyDeleteSingapur asik bangeet
ReplyDeleteHuhuhu...saya yang belom pernah ke luar negeri jadi makin pengen kaka...Singapura tuh dah kayak wishlist para pejalan ya. Semoga setelah pandemi ini berakhir bisa segera terwujud terbang dan mwnjelajah Singapura. Ammiin.
ReplyDeleteSeru sekali blusukannya di Singapur. Aku jadi kepengen juga euy..hehe.. Semoga pandemi segera berlalu dan tahun depan bisa ikut blusukan ke Singapur. Aamiin..
ReplyDeleteBanyak kali saudara² kau ya.
ReplyDeleteItu yang tahi lalatnya di atas bibir namanya Fla? Ih, mau dong jadi pudingnya 😂
Entah kenapa aku bosan banget di Singapura.
Kalau bisa ajak saudara atau orang tua, kemungkinan aku akan lebih memilih Thailand daripada Singapura
Seru banget bisa jalan bareng adek-adek gini. Aku baru tahu lho kalo masuk Sg lewat Batam mesti lari biar nggak kelamaan antri di imigrasi. Catat ah, siapa tahu mau ke Sg lewat Batam.
ReplyDeleteBtw, kalo ke Sg aku selalu sempatin ke Botanical Garden, yang gratisan. Wkwkwkwk. Taman-tamannya Sg tu emang rapi-rapi dan terawat. Sukaaaa
Waaah seru sekali ya Mbak acara jalan-jalannya. Bagaimanapun juga jalan-jalan bareng siblings itu seru. Adik-adikku juga beberapa kali backpackeran ke KL dan Singapura. Aku juga sama keluarga kecilku. Tapi jalan bareng kakak beradik itu seru. Dan kami lakukan itu tahun 2016. Aku bersama adik-adikku 2 orang dan anak-anaknya alias sepupuan kecil-kecil main ke KL sekalian ajak ibu kami. Seruuu bangeet.
ReplyDelete